Arsip

Archive for the ‘Tasawuf’ Category

>JALAN CAHAYA MENUJU CINTA SEJATI Oleh : Fuang Ismail

>
Bismiilahi walhamdulilahi wa la haula wala quwata ila billahi…..
Bismillahi Nawaitul Lilahi Ta’ala……

Assalamu’alaikum warohmatullallhi wabarokaatuh, ..

Bismillahi minal Awwali wal Akhiri…..
Allaahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad. Allahumma shalli ‘alaihi wa sallim wa adzhib hazana qalbiy fin-dunya wal-aakhirah………….

Bismillahir-Rahmanir-Rahim:

“ANA AL-HAQ”

Saat kukatakan ANA AL-HAQ Lewat Lidahku
Aku Pasti di Pancung

Jika Kukatakan Lewat Hatiku
Aku Masih Dalam Keraguan

Tapi jika Rasaku Berkata : “ANA AL-HAQ”
Aku adalah orang yang bodoh.

Itu adalah puisi cinta tentang paradigma ANA AL-HAQ yang dicetuskan oleh Mansur Al-Hallaj beberapa abad yang lalu, bagaimana kita sebagai muslim yang hidup pada abad modern ini menyikapi tentang ungkapan tersebut. Beliau telah hidup beberapa abad yang lalu tapi pandangannya tentang Tasawuf masih menjadi percakapan para ahli Islam sampai pada saat ini.
Apakah beliau “SESAT” ?
Atau Al-Hallaj adalah “MURTAD”?

Mari bersama kita menjelajahi pola fikir beliau dan saya akan mencoba menarik benang merah terhadap apa yang terjadi pada PENYIKSAAN PAHAM yang dilakukan oleh ahli fiqih pada saat itu pada Tokoh Besar seperti Mansur AL-HALLAJ.

KONSEP ANA AL-HAQ

Jika kita katakan pada orang awam yang baru belajar syari’at Islam tentunya perkataan ini sangat berat dan tentunya tidak bisa diterima oleh akal mereka, karena pengetahuan dan pengenalan mereka terhadap Tuhan masih sangat rendah. Bagaimana mungkin akan mengenal Tuhan jika pengamalan terhadap Syari’at Islam belum dipelajari secara utuh dan Kaffah. Dan inilah yang terjadi pada Mansur Al-Hallaj beberapa abad yang lalu, beliau menyampaikan rahasia Tuhan pada orang yang belum kenal dengan Islam. Dan pada akhirnya beliau dihukum atas perkataan yang sangat kontoversial pada saat itu, tapi jika beliau katakan pada saat ini, dan beliau katakan pada saya, saya akan langsung mencium kaki beliau sebagai tanda penghormatan atas ketinggian ilmu beliau dan cinta beliau kepada Tuhan.
Apa Konsep yang terkandung dari perkataan beliau ?

a. Cinta, Karena cinta yang begitu dalam pada yang dicintainya akhirnya dia memposisikan dirinya
sebagai sesuatu yang dia cinta. Ini adalah hal yang sangat lumrah, manifestasi dari rasa cintanya diaplikasikan pada ibadah sempurna yaitu selalu bersama dengan apa yang dicintainya setiap waktu, dengan cara memposisikan diri sebagai Tuhan maka beliau dapat selalu mengingat Tuhan dan selalu bersama Tuhan disetiap waktu dan gerak, dimanapun ia berada selalu bersama Tuhan, disaat jaga dan tidur, disaat sakit dan sehat.

b. Rindu, Karena cinta yang mendalam terhadap tuhan, mengakibatkan kerinduan yang tak terhingga sehingga keluar dari mulut para pecinta perkataan yang terkadang tidak dimengerti oleh para awam, tentunya perkatan-perkataan yang keluar dari para pecinta tersebut hanya dapat dimengerti oleh para pecinta pula, Syech Abdul Qadir Al-Jili mengatakan “jika, Mansur AL-Hallaj hidup pada zamanku, maka akan kujaga dia”. Nah, ini adalah suatu bukti dari rasa cinta yang mengakibatkan rindu yang begitu dalam, sehingga keluar kata-kata yang begitu indh dari mulut para pecinta tersebut, Al-Yazid Al-Busthami “Subhani”……! Apakah yang disucikan beliau adalah Dirinya secara Zahir atau sesuatu yang sanagat dia rindukan.

Jika kedua konsep sederhana tadi dapat kita mengerti dan kita rasakan dengan hati yang penuh cinta, maka kita akan merasakan seperti yang beliau rasakan. Bukan berarti kita menjadi Tuhan, tapi kita selalu bersama Tuhan disetiap tempat, dan setiap waktu. Cinta kadang membuat orang tampak gila dan diluar batas rasional, tapi jika kita mneyelami lautan cinta Allah maka kegilaan bukan hal yang harus ditakuti, tapi saya akan menjadi orang yang sangat beruntung jika bisa mendapatkan predikat “gila” tersebut.

Bagaimana agar tahapan “kegilaan” tersebut dapat menjadi bagian dari diri kita ?

Tentunya banyak cara dan sistem yang perlu dilakukan untuk sampai pada tahapan tersebut. Konsep hanya merupakan kaidah kasar yang bisa memberikan kita pencerahan, tapi semua tergantung pada diri kita masing-masing. Untuk mendalami kedua konsep sederhana tersebut tentunya yang perlu kitalakukan adalah hal sederhana pula, yaitu belajar untuk mencintai Allah dengan ikhlas dan dengan sepenuh jiwa. Karena hanya dengan mengingat Allah dan mencintaiNya maka kita akan selamat hidup di dunia dan akhirat kelak.

Kecintaan pada sesuatu akan merubah gaya hidup seseorang dan cara pandangnya terhadap hidup ini, saya beri contoh ; ketika kita mencintai seseorang gadis maka yang ada dalam fikiran kita hanya bagaimana dapat bertemu, berbagi dan membahagiakan gadis tersebut. Apapun akan kita lakukan untuknya, dan kita rela berkorban apa saja untuknya, dan kita kan merasa tersiksa jika gadis tersebut dalam kesedihan dan kita berusaha menjadi pejuang untuk menghilangkan kesedihan tersebut dari si gadis tadi.

Lalu, bagaimana jika mencintai Allah, apakah kita akan mengecewakan dan menyia-nyiakan cinta Allah tersebut, atau kita akan menjaga cinta itu sampai sang azal datang pada kita. Tentunya jika kita merasa bahwa kita mencintai Allah, maka kita akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Kekasih kita, lewat peningkatan ibadah zahir dan bathin. kita akan berjalan di muka bumi ini dengan tersenyum bangga dan kita terlepas dari seluruh ikatan kebendaan, cinta kita murni dan tidak pernah mengharapkan selain dari yang kita cintai. Bercintalah hanya kepada Allah karena hanya dia yang sanggup membalas cinta kita.

Safari cinta akan kita mulai dengan cinta terhadap anugerah Allah yang tiada terhingga. Sesuatu yang sangat indah untuk diucapkan dan kita kenang, yaitu kita semua telah terlahir dari rahim-rahim muslimah. Apa yang akan terjadi dengan diri kita ketika Allah melahirkan kita dari rahim-rahim non muslim, apakah kita dapat menemukan jalan Islam, atau mungkin kita adalah penentang utama Allah dan nabiNya. Ini merupakan warisan yang paling berharga yang telah diberikan orang tua kita kepada kita semua. Seharusnya kita menjaga warisan tersebut dengan mencintai Allah dengan kesungguhan hati dan sepenuh jiwa, anda pasti dapat membayangkan ketika anda dilahirkan dari penyembah berhala, anda pasti akan jauh dari Allah dan hidup dalam kesesatan. Syukur dan istiqamah adalah dua kata yang tepat dalam langkah awal anda mencari cinta sejati anda.

“WARISAN INDAH”

Peliharalah warisan agung yang telah diturunkan oleh orang tuamu yang mulia…
Bukanlah nasab atau harta yang mereka berikan…
Bukan juga ilmu dan rupa yang menawan…
Mereka mewariskan iman dan islam…

Apakah jika orang tuamu yahudi atau nasrani kau masih berada dalam naungan cahaya iman dan islam…?
Atau jika mereka majusi dan penyembah berhala mungkinkah kau menikmati hidup dalam indahnya kebenaran…?

Hargai dan jagalah warisan indah itu seperti istiqamahnya batu karang…
Rawatlah ia dengan kesabaran dari rumput liar yang akan mengurangi keindahan bunga dari Sang Pencipta…
Tempatkan ia dalam sebuah bejana emas agar air mahabbah itu dapat menghidupkan pelita hati yang kau miliki…
Lalu pelita itu kau lapisi dengan berjuta lapisan kaca yang kokoh agar apinya tak pernah padam sampai akhir kehidupan…..

Warisan ini tentunya untuk dipelihara selamanya, kita harus sadar dan tahu benar bahwa akhir dari kehidupan kita hanya dengan sebuah peti mati dan tangisan dari keluarga. Kita terlahir ke dunia diawali dengan tawa bahagia orang tua dan keluarga, tapi ketika kita hilang maka yang ada hanya tangisan dan kesedihan belaka. Warisan itu harus dipelihara dan penuh rasa bangga, dan harus disampaikan kepada seluruh umat manusia. Agama ini adalah Haq, dan seluruh dunia dan seluruh umat manusia memiliki hak yang sama untuk mengetahui bahwa agama ini adalah agama yang haq. Berbicara yakin atau tidaknya seseorang akan agama ini, tapi merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk menyampaikannya, yakin dan penuh dengan rasa bangga.

“BANGGA DALAM IMAN DAN ISLAM”

Satu hal yang membuat aku bangga menjadi diriku
Bukan ketika aku berkaca atau bukan ketika aku berkata-kata

Aku begitu bangga menjadi seseorang yang diliputi dengan iman dan islam
Aku begitu bersyukur terlahir kedunia menjadi pengikut nabi termulia
Aku sangat bahagia berada dalam indahnya syariat agama
Dan aku begitu terharu dengan persaudaraan yang terajut indah dalm sebuah cinta terhadap Tuhan

Mungkin bukan hanya aku yang merasa hal ini
Karena bukan hanya aku yang hidup dalam cahaya indah ini
Sejatinya seluruh manusia mempunya nurani yang sama
Tapi mereka masih dibutakan oleh pembenaran terhadap kesalahan yang ia yakini bahwa itu adalah sebuah kebenaran.

Andai seluruh manusia merasakan cahaya indah berada dalam iman dan islam
Tentunya alam semesta akan menjadi syurga yang diliputi dengan kenikmatan

Kebanggan ini ingin aku sampaikan pada seluruh manusia
Bahwa iman dan islam bukanlah suatu beban yang harus dipikul
Melainkan sebuah kenikmatan yang luar biasa bagi seluruh manusia yang percaya akan Allah.
Iman dan Islam adalah cinta yang akan menjaga kita dan memberikan rasa yang tidak ada bandingannya.
Karena hanya dengan iman dan islam kita akan dapat mengenal dan bertemu dengan Tuhan semesta alam.

Kebanggan ini harus dilihat dari perspektif positif, bukan bangga yang negative. Bangga dalam perspektif posotif adalah orang-orang yang menjalankan agamanya dengan benar dan berani menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang tidak pernah ada sedikitpun kesalahan didalamnya. Dan kita bangga bahwa kita akan merasakan apa yang disebut dengan kematian, karena hanya lewat proses tersebut kita akan maju pada level kehidupan yang selanjutnya. Tapi sebagai muslim jangan sampai kebanggan terhadap agama kita ini menjadikan kita menghina dan meremehkan agama-agama lain. Bagaimana mungkin orang lain akan mencintai agama kita, ketika kita tidak mencontohkan jalan-jalan cinta terhadap agama lain. Jangan sampai kita menjadi muslim-muslim yang menghancurkan agama kita sendiri.

“ISLAM”

Argument yang begitu indah keluar dari mulut kecilmu untuk sebuah pembenaran diri dan ego…
Dimana lidah-lidah itu saat agama di injak-injak oleh penganutnya sendiri…

Suara lantang dan keras seperti pecahan kaca di tengah malam ketika kata-kata terbantahkan…
Dimana suara itu saat islam ditinggalkan dan direndahkan oleh munafik islami…

Oh islam…
Kau di injak-injak oleh penganutmu sendiri
Kau ditinggalkan dan direndahkan oleh orang yang mengaku dirinya muslim…

Kapan tiba waktunya islam menjadi islam saat Rasulullah masih ada…
Saat islam dibanggakan dan dijunjung tinggi oleh penganutnya…

Kebanggan terhadap agama itu harus berada dalam koridor yang benar, dan jangan sampai rasa bangga itu menghancurkan agama kita sendiri. Bagaimana mungkin nasrani dan yahudi akan menerima Islam, jika umat Islam penuh dengan rasa benci dan iri. Cinta adalah rasa bangga, dan banggalah dengan agama anda dengan mencintai agama anda.

KEBANGGAAN

Kukalungi laherku dengan Al-Qur’an
Kuhiasi mataku dengan terpejam
Kudengarkan telingaku dengan zikir
Kugelangi tanganku dengan membantu sesama

Kuhabiskan malamku dengan berdiam
Kuhabiskan siangku dengan pencarian
Kujalani hariku dengan kehampaan
Kujelang waktu sampai kematian

Saat waktu berbalik menuntunku
Kearah jalan yang kucari
Pencarian berakhir dengan kebanggaan
Karena telah berjumpa dengan kekosongan

Disisi lain kebanggan itu tidak boleh diaplikasikan dalam kehidupan pribadi anda, anda boleh bangga ketika anda menjadi seorang muslim. Tapi, jangan sampai anda bangga akan derajat keislaman anda karena ilmu dan ibadah anda. Berhati-hatilah dengan rasa bangga, karena kebanggaan anda terhadap sesuatu dapat menjauhkan anda dari Syurga Abadi milik Allah SWT.

“Syurga Abadi”

Hindarkan dirimu dari dosa
Jangan pernah berpecah belah dalam ketaatan
Usah kau ragu terhadap kebenaran Allah
Dan jangn pernah dengki terhadap anugerah makhluk lain
Bertobatlah,,,,
Kembalilah padaNya
Dan jangan pernah jemu untuk memohon ampunanNya.

Kemudian hiasi dirimu dengan ibadah
Dna ikhlaslah terhadap jalan yang ditempuh Nabimu
Sabar dan berpegang teguhlah dalam kepatuhan
Dan saling mencintailah karena Tuhan

Maka Allah akan memberikan Syurga Abadi beserta para nabi
Dan engkau terselamatkan dari Neraka yang menjadi tempat kediaman yang hina.

Tentunya dalam mencapai syurga abadi milik Tuhan, anda akan mendapatkan ujian dan cobaan. Baik cobaan itu datang dari dalam diri anda sendiri dan dari luar. Makin tinggi pohon, akan semakin tinggi angin yang menerpanya. Analogi ini pasti terjadi juga pada seorang muslim, semakin tinggi derajat keimanannya maka akan semakin banyak cobaan dan ujian yang akan datang kepadanya. Tidak akan mungkin anda dikatakan orang beriman sebelum anda mendapat ujian dan cobaan dari Allah SWT.

“Ujian Makhluk”

Kehidupan Adalah Misteri Indah
Lahir Kedunia Tanpa Harta
Bahkan Nama Hanya Pemberian Saja

Kemudian Tumbuh Menjadi Sosok Sempurna
Berjalan Di Muka Bumi Dengan Gagah Perkasa

Terbuai Dan Terhanyut Akan Perhiasan Dunia
Dan Tak Sadar Usia Mulai Senja
Berjalan Mulai Tertatih
Harta Dunia Mulai Tak Bermakna

Akhirnya Jasad Terbaring Kaku
Tak Punya Daya Kekuatan
Ilmu Sudah Tak Berarti
Kematian Adalah Ghaib Yang Nyata

Bukankah Allah Ciptakan Hidup Dan Mati
Untuk Menguji Siapa Yang Terbaik Dari Para Makhluknya

Ada beberapa hal yang jangan sampai anda lupakan sebagai seorang makhluk, tiga hal penting yang harus selalu anda terapkan menuju jalan cahaya, menuju jalan cinta, menuju kepada sang Maha Cinta sehingga anda menjadi seorang insan sejati.

“INSAN SEJATI”

Tiga hal yang jangan pernah kau lupakan
Agar kau bahagia dalam kefanaan
Dan sentosa dalam keabadian

Pertama yang harus kau kerjakan adalah menjauhi laranganNya walau kau sangat menyukainya, karena itu hanya jebakan syaithan yang akan menggiringmu ke lembah hina.
Jika kau sudah terlanjur masuk, maka cepatlah keluar dengan bertaubat,,
Jangan pernah kau ingat dan kau ulang, itu adalah perbuatan sesat yang akan menjauhkanmu dari Maha Rahman.

Kedua adalah kerjakan selalu perintahnya walau itu sangat berat bagimu. Karena saat kau mengerjakan perintahNya, engkau akan melihat keAgunganNya, dan yakinlah engkau selalu dalam perlindunganNya.

Yang ketiga ridhalah atas apa yang terjadi padamu maka Allah pun akan meridhaimu, singkirkan hayal dan angan yang akn membuat dirimu menjadi hamba-hamba yang malas dalam beribadah.

Mengerjakan perintah adalah mutiara, dan menjauhi larangan adalah cangkangnya… jika kau ingin melihat keindahan mutiara bukalah dengan keridhaan. Maka kau akan menjadi insan sejati yang mengerti makna sebagai seorang hamba.

Wahai saudaraku….
Lakukan ketiga hal ini sekuatmu
Walau darahmu sebagai gantinya
Allah akan naungimu dengan mahabbahnya
Dan akan memberikanmu Tauhid Sejati
Yang telah menjadi impian setiap hamba

Jangan sampai kita tertipu dan terperdaya dengan pesona dunia yang akan tampak indah dan memukau hati, tapi yang ada hanyalah kotoran yang hina dan berbau busuk. Jangan sampai kita tertipu dengan majelis iblis yang menyajikan kenikmatan dunia yang akan menghantarkan kita kepada kebusukan hati kebobrokan iman. Jangan sampai harta dan cinta dunia, membuat kita lupa akan harta dan cinta kita yang sesungguhnya.

“Harta Dan Cinta”

Hai insan-insan yang bodoh
Selama ini engkau telah tertipu
Kau mencintai sesuatu yang fana
Dan kau mengabdi pada benda yang sementara

Hartamu itu seperti kotoran, yang tebarkan bau busuk
Jauhilah kotoran itu
Agar tidak menempel di pakaian muliamu

Cintamu itu hanyalah sampah, Dan pasti akan binasa
Karenanya engkau akan merugi mencintai sesuatu yang mati.

Jika engkau mengaku dirimu berakal
Jauhi kotoran dan sampah itu
Muliakan dirimu seperti engkau dimuliakan Allah
Bebaskan dirimu dari harta dan cinta dunia

Setelah kita tahu apa yang dapat membinasakan diri kita, maka selanjutnya kita harus tahu bahwa kita adalah hamba dari Allah. Seorang hamba seharusnya menjalankan perintah majikan dengan benar dan total. Tidak ada kata lain bagi seorang hamba selain mengikuti perintah majikan dan menjauhi larangan-larangan dari sang majikan.

“HAMBA”

Aku selalu dalam keraguan tentang apa dan siapakah diriku
Pertanyaan itu terus hantui dan ganggu hari-hariku
Aku merasa sendiri dan sepi diantara keramaian
Aku merasa kosong dan tiada arti

Pertanyaan itu ganggu tidurku sudah bertahun-tahun lamanya
Seakan dia adalah bagian dari diriku
Selalu mempertanyakan arah dan sejatinya diri
Kemana harus melangkahkan kaki kecil yang lemah ini

Suatu hari aku bertemu dengan seorang hamba Allah lalu Dia berkata padaku : “Apakah yang membuatmu gusar saudaraku…?”

“aku sedang mencari jati diri dan kemana arah langkah yang harus kulalui agar selalu dalam ridha Allah” Jawabku.

Hamba Allah itu berkata sambil tersenyum lebar : “apa mungkin kau akan mendapat arah hidup jika engkau selalu lari saat petunjuk itu datang dan menghampirimu“.

“Apa maksudmu wahai saudaraku…?” Ujarku sambil merasa kebingungan. Hamba Allah yang begitu saleh dan tawadhu itu berkata padaku dengan nada yang sangat lembut : “saudaraku, keraguan yang selama ini menghantuimu dikarenakan kau berpegang pada selain Allah.. kau berharap akan rizkimu pada manusia, kau sibuk mencari jodoh karena malu terhadap manusia dan kau beribadah hanya untuk muliakan dirimu dihadapan manusia. Sekarang ganti dan muliakan dirimu dan bergantunglah hanya kepada Allah dan kembalilah padanya dengan penuh keikhlasan”.

Sesaat aku terdiam dan membisu mendapat sebuah wejangan yang sudah sering aku dengar tapi tidak pernah aku kerjakan.
Lalu si Hamba tersebut berkata lagi dengan nada yang begitu lembut :”Dirimu adalah Hamba maka perlakukanlah dirimu layaknya seorang hamba agar sang Raja sudi memberikan sesuatu yang kau damba-dambakan.” Lalu dia pergi menghilang seperti angin di kala kekeringan…

Hamba hanyalah hamba
Dan akan selamanya akan menjadi seorang Hamba
Maka Muliakanlah dirimu saat engkau dalam kehambaan itu
Agar engkau dapat menjadi raja untuk dirimu

Seorang hamba pasti berakhir dan kembali pada sebuah istana yang terbuat dari papan, gelap gulita dan tidak ada satu orang pun yang mau menemaninya. Hamba hanya sendiri dan tidak dapat meminta bantuan kepada siapapun juga. Kita hanya sendiri tanpa kekuatan dan kesombongan yang ada.

“Istana Papan”

Hiduplah engkau dengan kemewahan
Habiskan waktumu untuk umbar hawa nafsu
Tinggallah engkau di istana emas dan perak
Dan banggakan dirimu di hadapan manusia
Seolah engkau hidup selamanya

Lalu engkau tersentak…
Saat waktunya telah tiba
Saat ruhmu dipaksa keluar dari jasad yang hina
Lalu engkau terbujur tak berdaya

Padahal baru saja kemaren engkau bersenang-senang
Tapi sekarang engkau sudah terkapar
Ditangisi oleh keluargamu

Kemudian engkau dimandikan, di kafankan, dishalatkan dan engkau dikuburkan
Terbayang dosa yang telah engkau perbuat
Tapi sudah terlambat
Kini engkau sudah di alam barzakh
Yang ada kini hanya engkau dan amalmu

Kemewahan telah meninggalkanmu
Keluarga sibuk membagikan hartamu
Sekarang istanamu hanyalah papan
Dan pakaianmu hanyalah sehelai kain kafan

Engkau tangisi diri
Berharap bisa kembali
Untuk perbaiki amal ibadah
Yang kau lalaikan dan kau lupakan

Tapi saudaraku…..
Engkau sudah terlambat…
Sungguh sudah terlambat
Yang akan kau temui hanya siksa
Sampai hari kebangkitan nanti
Saat seluruh diminta pertanggunggjawaban

Rasa sadar kita untuk kembali kepada Cinta Sejati mungkin akan bertambah besar ketika kita sering mengingat mati, oleh karena itu Rasulullah SAW sering dan menyuruh kita untuk banyak-banyak mengingat mati. Orang yang pintar adalah orang yang tahu bahwa dia akan mati dan segera menyiapkan dirinya untuk kematian tersebut, dan tidak terleha-leha dengan waktu yang hanya sementara ini. Segeralah kembali kepada Allah, bertaubatlah dengan sebenar-benar taubat. Bertaubatlah dengan taubatan nashuha. Agar cinta Allah dan cinta anda menjadi satu dalam kesempurnaan.

“TAUBATAN NASHUHA”

Saat aku dalam keheningan malam
Aku menangisi diri mencari sebuah jawaban
Tentang dosa-dosa yang telah aku lakukan
Apakah tuhan akan memberi maaf padaku…?

Terdiam….
Dan aku terus dalam sebuah kebingungan
Tak henti aku menangis dan menangis
Berharap salah satu tangisanku
Membuat Allah mengabulkan pintaku

Aku masih dalam kegelapan…
Hatiku masih dipenuhi dengan perihal dunia
Fikiranku tak lepas dari harta dan wanita
Jasadku tak pernah puas akan syahwat

Ya Allah jadikan hamba ini Hamba yang Taubatan Nashuha
Jadikan hari-hari hamba selalu dengan ibadah
Hati yang salim
Fikiran yang bersih
Dan jasad yang mulia dari kotoran dunia

Wahai Tuhan…
Ampunilah Hamba

Bertaubatlah kepada Allah setiap waktu, dan kembalilah kepada Allah dan mohonkan hidayahnya menuju jalan cinta yang akan kita lalui. Rasulullah saja yang tertebas dari dosa bertaubat kepada Allah setiap harinya, apalagi kita makhluk yang penuh dengan dosa dan kesalahan, hari-hari kita penuh dengan dosa dan maksiat, jiwa kita kotor dan raga kita penuh dengan darah-darah dari makanan yang kita sendiri tidak tahu berasal dari sesuatu yang halal atau haram.

“Astaghfirullah”

Lempar….
Lempar saja aku ke NerakaMu
Karena dosa dan maksiat yang kulakukan sudah begitu besar

Buang….
Buang saja bangkaiku ke kandang hewan
Aku tak pantas di makamkan secara Islam
Karena aku tak pernah mengerjakan syari’at Islam

Apakah masih pantas aku digolongkan umat Muhammad
Padahal aku selalu menentang bahkan mencemo’oh orang-orang yang mengikuti Sunnah Nabi

Layaknya seperti Tuhan
Aku sering menghina dan meremehkan Hamba Allah
Padahal aku tidak mampu berbuat apapun selain dosa
Astaghfirullah

Habiskan hari-hari anda dengan taubat dan memohon ma’af, karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menjaga kesucian. Taubat anda akan menghantar anda kepada jalan yang suci menuju cinta sejati anda.

Cinta Sejati

Sayap-sayapku yang kupakai terbang telah patah
Bagaimana aku akan sampai kepadamu
Perahuku telah hancur
Dalam perjalanan cinta mencarimu

Seluruh kata telah kuganti dengan namaMu
Seluruh rasa telah kuberikan untuk mencintaiMu
Cinta yang utuh ini akan kupersembahkan
Mengharap cinta sejati dari pemilik cinta

Wahai pemberi rasa,
Anugerahkan rasa dalam kalbu
Penuhkan dengan cinta
Sehingga tidak ada yang lain.

Tentunya untuk mendapatkan cinta sejati dari Tuhan tidaklah semudah yang kita bayangkan, tapi tidak mustahil untuk didapatkan. Sebagai analoginya adalah untuk mendapatkan cinta seorang gadis saja, kita sebagai “pejantan tangguh” harus berkorban terlebih dahulu. Apalagi cinta dari Allah SWT, Zat termulia dan terindah.

Islam adalah agama cinta, pembahasan tentang khazanah cinta ini telah dikemukakan oleh beberapa sufi klasik islam. Dunia sufi klasik telah membuka lebar paradigma tentang cinta yang mungkin pada saat ini sudah dan hampir melupakan teori-teori cinta yang terdapat dalam teks-teks Islam itu. Rabi’ah al-adawiyah berkata dalam sebuah syairnya :

“Ya Allah”. Demikian munajatnya dalam suatu malam. “saat ini gelap telah menyelimuti bumi. Lentera-lentera telah dimatikan, dan para manusia telah berdua-dua dengan kekasihnya. Maka, inilah aku mengharapkanMu”.

Rabi’ah menyerahkan dirinya secara totalitas kepada kekasihnya, tatkala seluruh manusia memberikan cintanya kepada kekasih selain Allah. Ini adalah sebuah gambaran tentang cinta kepada Allah SWT. Cinta tidak hany sekedar kata dan janji belaka, tapi memerlukan sebuah pembuktian. Tapi sebagai manusia dengan iman kita harus meyakini sesuatu bahwa cinta Allah diatas segalanya. Seperti FirmanNya dalam surah AL-Maidah, Ayat 45 :
Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui”.

Dan Allah juga berfirman dalam surah Al-Baqarah Ayat 165 :
Artinya : ”Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”.

Dari kedua ayat diatas Allah menggambarkan kepada kita Allah akan menurunkan kepada penduduk bumi Ahli-Ahli cinta untuk memberikan kedamaian kepada seluruh umat islam dan akan menggetarkan orang kafir akan cinta Islam. Dan Allah memberikan awarning tentang siksaan bagi Pecinta selain Allah.
Cinta Islam meliputi semua hal dan selalu ada setiap zaman dan mampu menembus waktu dan ruang, karena cinta adalah suatu yang abstrak, dan keabstarakan cinta yang memberikan sentuhan lebih indah terhadap cinta itu sendiri.

Bagaimana umat Islam mampu mengimplementasikan gerakan cinta Allah ini dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tauladan bagi seluruh umat di dunia bahwa hanya dengan cinta kita akan damai, dan kedamaian akan hadir saat kita bercinta dengan Zat termulia.

Inilah yang menjadi landasan setiap Ahli-Ahli Allah di dunia dalam menyikapi kehidupan dunia yang begitu bobrok dan hancur. Jika tidak dari sekarang kita memulai untuk mencintai Allah maka kita kan menjadi orang yang tak punya hati, dan saat itulah kita akan menghalalkan segala cara dan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah.

Karena cinta Mansyur Al-Hallaj rela mati demi Allah, bukti dari kecintaan itu akan menjadi sebuah sejarah. Karena cinta tak akan lekang dimakan usia, berabad yang lalu cinta Al-Hallaj bersemi tapi harumnya masih tercium sampai sekarang. Itu adalah sebuah realita cinta yang begitu indah. Pecinta akan memberikan apapun untuk yang dicintaiNya, nyawa dan raga bukan sesuatu yang lebih berharga dari CINTA.

BERJUMPA DIRI

Betapa mulia Rasulullah yang menatapMU
Hilanglah dunia dan isinya saat perjumpaan
Tak ada syurga dan neraka dalam fikiran
Nikmat mengalir diseluruh jasad Penuhi dengan nur sejati
Pemilik dari yang memiliki

Kutunggu saat perjumpaan
Hilang segala kenikmatan
Saat puncak segala rasa di kelopak mata
Kalahkan seluruh lezat dunia

Bergetar seluruh tubuh saat kehadiran
Walau tak nyata dalam bayangan
Yang ada hanya kekosongan
Berisi dengan kesempurnaan

Kenikmatannya hilangkan segala Tanya
Lenyapkan keraguan
Yang ada hanyalah penantian
Bila saat perjumpaan sejati
Seperti berjumpa dengan diri

Setelah Proses cinta telah dimulai maka kita sebagai makhluk yang lemah akan terus menggali dan mencari nuansa keindahan Allah dengan jalan “bertemu dengan Allah”. “Dirikanlah shalat seolah-olah engkau melihatKu, tapi jika egkau tak mampu maka Aku selalu melihatMU”. Perkataan ini sarat dengan nilai ketuhanan, dan penuh dengan cinta karena yang mampu bertemu dengan Allah hanya orang yang mencintaiNya dengan hakikat cinta ahli syurga.

Allah adalah LA TA’YUN dan tak ada satupun yang mampu menembus rahasia Allah tersebut. Allah memberikan kepada kita sebuah amanah cinta pada apa yang telah diciptakanNya di dunia ini. Jika cinta kita telah meliputi semesta alam ini maka Allah akan menampakkan dirinya dalam manifestasi kesempurnaan ciptaanNya.

Saat Rasulullah menerima perintah Shalat, beliau diberikan kado terindah dari Sang Pencipta yaitu bertemu dengan yang dicintaiNya. Allah akan memberikan kado tersebut kepada siapa saja yang mengganti seluruh cinta di hatinya hanya untuk Allah.

“KADO TERINDAH”

Ya Allah…
Hari ini aku rasakan begitu besar CintaMu pada hambaMu ini…
Ya Allah…
Begitu banyak keindahan dalam kehidupanku, sampai aku lupa itu datang dariMu
Ya Rabb…
Hari ini Kau berikan Hadiah terindah yang tak akan pernah aku lupakan sampai aku menutup mata ini…
Wahai Tuhan…
Walau hanya terbaring di kesakitan, aku dapat merasakan cinta dan kasih sayang yang Kau anugerahkan pada hamba yang selama ini hidup dalam kesombongan dan dalam kegelapan dosa….
Alhamdulillah… Alhamdulillah
Engkau sadarkan aku dari tidurku yang sudah begitu lama mengurungku dalam buaian kenistaan dunia yang membuat aku bermimpi akan bahagia…
Engkau buka hatiku dengan cahaya yang begitu indah walau aku tak sanggup buka mataku ini…
Wahai yang memiliki nafas ini…
Sakit ini hanyalah media agar aku sadar bahwa engkau tak pernah mengurangi cintamu padaku sedikitpun…
Sakitku ini adalah ampunan dariMu saat aku tenggelam dalam lautan kefasikan yang begitu dalam…
Sakitku ini adalah bukti bahwa kau selalu menyayangiku dan terus mengawasiku…
Ya Allah….
Cintamu yang begitu Agung kujual dengan sesuatu yang tak berharga…
Cintaku kuberikan pada onggokan daging dan belulang yang pasti binasa…
Dan cintaku terhadap dunia ini membuat aku jauh dariMu Ya Allah…

Tapi, lewat sakit ini aku syukuri semua cinta yang ada pada diriku lewat ibadah…
Aku sadar bahwa cinta yang aku semai di dunia tak akan pernah berbuah jika cintaku terpatri untuk dunia…
Dan aku tanamkan dalam hatiku bahwa cinta ini hanya pantas aku berikan kepadaMu karena engkaulah Sang Pemilik Cinta…

Terima kasih Ya Allah atas Kado indah ini…..
Alhamdulillah

Seluruh manusia mempunyai kesadaran akan nilai ketuhanan dan berusaha untuk menghampirinya, rasa ketuhanan adalah perbendaharaan dasar dari seorang insan, karena pada dasarnya manusia merupakan manifestasi kesempurnaan Tuhan. Tapi kebanyakan manusia baru menyadari nilai-nilai tersebut ketika telah mendapat terguran dan peringatan dari sang pemilik ruh mulia ini. Mereka introspeksi diri mereka yang lemah menghadapkan wajah kepada yang Maha Sempurna.
Insan Kamil Mukammil adalah gelaran yang diberikan pada manusia yang telah menghadapkan wajah bathiniyahnya kepada wajah Agung Allah secara kaffah. Manusia akan merasakan getaran ketuhanan melalui beberapa tahap keruhanian yang diindakasikan dengan titik pada huruf. Titik adalah tanda nafsu keduniaan yang mengakibatkan manusia tidak bisa menghadapkan wajahnya secara terus menerus. Titik itu yang mengombang ambingkan diri sejatinya seorang manusia dan mengakibatkan manusia tersebut semakin jauh dari Allah Pemilik Jiwa. Titik tersebut adalah nafsu yang menggerogoti dan menjatuhkan manusia dari alam ketuhanan jatuh terjerembab ke alam rendah insaniyah bahkan banyak manusia yang telah dikuasai titik tersebut dan titik itu menggiring mereka ke alam hewani yang sangat rendah. Sejatinya manusia yang telah mengenal Tuhannya akan menjadi bangkai berjalan, tak mempunyai nafsu rendah dan memilki nafsu syurga.

“BANGKAI BERJALAN”

Bukanlah raja yang akan mencukupi rizkimu saat engkau dalam kekurangan
Bukanlah tabib yang akan sembuhkan jika engkau dalam sakit yang berkepanjangan
Bukanlah kekasih yang akan menghilangkan rindu saat engkau dalam kesendirian

Engkau hanyalah bayi kecil
Engkau adalah orang mati
Engkau tidak lebih dari bangkai berjalan

Bukankah diammu adalah diamNya Allah, dan gerakmu adalah GerakNya jua.
Tak ada sedikitpun diluar kekuasaan ilmu Allah
Semuanya ada dalam genggamanNya

Bukalah mata hati agar dapat mengerti makna seorang bayi
Bukalah mata hati agar kau tahu apa yang bisa dilakukan oleh orang mati
Bukankah hakikatnya engkau tiada
Yang Ada hanyalah Zat Allah SWT

Ya Rabb jasad ini
Berilah Hamba ilmu sejati
Hingga Hamba dapat mengenali hakikat diri
Dan dapat merasakan Zat Kesempurnaan yang Kau miliki.

Manusia hanyalah bayi kecil, orang mati dan tak lebih dari bangkai berjalan. Semua kekuatan dan kekuasaan adalah milik Allah dan kita hanya manifestasi dari kekuatan tersebut. Jika Allah berkenan memberikan kesejatian ilmu, maka kita akan merasakan indahnya hidup bersama Allah disetiap waktu dan di seluruh tempat, kita selalu dan selalu bersama Allah.
Kesejatian diri dan kesejatian ilmu hanya dapat diperoleh ketika kita telah memfana’kan jasadiyah kita kepada diri bathiniyah. Tentunya dalam perjalanan ini kita tidak bisa serta merta meninggalkan jasad ( Syariat ). Karena hakikat tanpa syariat akan menjadi sia-sia belaka. Syariat merupakan pencerminan jiwa suci hakikat diri, tidak akan mungkin didapati kesempurnaan pengenalan tanpa melewati jalan jasadiyah ini.

INSAN SEJATI

Tiga hal yang jangan pernah kau lupakan
Agar kau bahagia dalam kefanaan
Dan sentosa dalam keabadian

Pertama yang harus kau kerjakan adalah menjauhi laranganNya walau kau sangat menyukainya, karena itu hanya jebakan syaithan yang akan menggiringmu ke lembah hina.
Jika kau sudah terlanjur masuk, maka cepatlah keluar dengan bertaubat,,
Jangan pernah kau ingat dan kau ulang, itu adalah perbuatan sesat yang akan menjauhkanmu dari Maha Rahman.

Kedua adalah kerjakan selalu perintahnya walau itu sangat berat bagimu. Karena saat kau mengerjakan perintahNya, engkau akan melihat keAgunganNya, dan yakinlah engkau selalu dalam perlindunganNya.

Yang ketiga ridhalah atas apa yang terjadi padamu maka Allah pun akan meridhaimu, singkirkan hayal dan angan yang akn membuat dirimu menjadi hamba-hamba yang malas dalam beribadah.

Mengerjakan perintah adalah mutiara, dan menjauhi larangan adalah cangkangnya… jika kau ingin melihat keindahan mutiara bukalah dengan keridhaan. Maka kau akan menjadi insan sejati yang mengerti makna sebagai seorang hamba.

Wahai saudaraku….
Lakukan ketiga hal ini sekuatmu
Walau darahmu sebagai gantinya
Allah akan naungimu dengan mahabbahnya
Dan akan memberikanmu Tauhid Sejati
Yang telah menjadi impian setiap hamba

Sebelum kita membicarakan konsep Ana Al-Haq lebih jauh kita seharusnya kembali kepada tuntunan syariat secara benar, baru setelah itu pemahaman kita terhadap Tuhan dapat kita luruskan dan kita dapat menarik garis merah terhadap ungkapan mulia tersebut. Kita harus mengerjakan perintahNya zahir dan bathin serta menjauhi laranganNya serta redha atas keputusan azaliNya. Tidak ada perubahan dari ketetapan Allah, dan Allah telah mengetahui segala sesuatu tentang makhlukNya. Alangkah lebih baik jika kita redha atas apa yang telah diputuskan Allah, daripada kita menolak sesuatu dan menentang sesuatu di luar kekuasaan kita sebagai makhluk.

“KETETAPAN AZALI”

Aku tahu…
Rizkiku tidak akan pernah diambil orang lain
Karenanya aku sabar dalam ikhtiar

Aku tahu…
Allah telah persiapkan jodoh untukku
Karenanya aku ikhlas dalam penantian

Aku tahu…
Maut pasti datang padaku
Karenanya istaqamah aku dalam pengabdian

Rizkiku kusyukuri
Jodohku kubanggakan
Mautku sudah lama kunantikan
Karena semuanya adalah nikmatmu
Yang sudah menjadi ketetapan azali
Bagi setiap makhlukmu

Saat maut telah datang
Sempurnalah rizki dan jodohku
Bertemu Tuhan seru sekalian Alam
Yang telah aku dambakan siang dan malam

Sebelum kita bertanya tentang konsep WAHDATUL WUJUD yang kontoversial bagi beberapa ulama, kita seharusnya berbenah diri dan bermuhasabah tentang diri pribadi kita masing-masing, dimana kita menempatkan Allah dalam kehidupan kita. Apakah kita menempatkanNya di hati kita atau kita hanya tempatkan Dia di KTP saja sebagai bikti bahwa kita beragama. Jangan sampai kita menjadikan Allah sebagai second place dalam kehidupan kita, kita harus segera memperbaiki diri dan menjaga hati agar waktu yang tersisa dapat kita gunakan untuk bercinta dengan Allah.

“WAKTU”

Waktu membawa sebuah pesan kedalam hati yang terhanyut dideras gelombang kehampaan…
Waktu memberi harapan akan sebuah cinta di kejauhan lembah kesendirian…
Waktu telah cukup menjadi guru untuk mencari kesejatian hidup…
Waktu adalah teman sejati yang selalu bersama dalam tangis dan air mata…
Waktu juga sebagai orang tua yang telah membesarkan anak kecil yang lemah penuh dengan angan dan pinta…
Waktu adalah senjata yang bisa menolong tetapi terkadang dia juga bisa membunuh…
Waktu terus bergulir dan tak akan pernah berhenti sampai akhir dari sebuah cerita…

Waktumu hanya tinggal satu tarikan nafas saja…
Waktumu hanya beberapa kedipan mata…
Waktumu tak lebih dari selangkah kaki lemahmu…
Waktumu tak lebih dari satu gerakan…

Gunakan waktumu untuk cinta…
Karena waktu begitu berharga untuk sebuah kebencian…
Gunakan waktumu untuk ibadah…
Karena waktu sangatlah mulia untuk sebuah dosa…

Waktu adalan intan yang harus kau jaga dan pelihara dari sebuah kebusukan yang akan membuatmu menyesal saat waktumu telah berakhir…

Waktu terus berlalu, dimana kita berada sekarang, menjadi apa dan siapa kita nantinya adalah proses panjang yang memerlukan sebuah kesabaran dan riadah tanpa henti. Jangan sampai waktu dipergunakan dengan sia-sia dan tanpa makna, karena setiap diri harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Proses panjang pembentukan gelar sebuah ketaqwaan merupakan sebuah penjara diri, agar taqwa yang telah diraih tidak menjadi kemunafikan dan kefasikan belaka.
Proses ketaqwaan harus dilalui melewati fase syariat, tentunya kaidah ini harus menjadi landasan setiap muslim yang akan menjalani jalan tasawwuf. Tidak akan pernah tasawwuf yang dijalani tanpa pengetahuan tentang syariat yang benar dan total. Komparasi antara syariat dan tasawwuf adalah kesempurnaan dalam proses pencarian Tuhan. Contoh kecilnya adalah wudhu, kita akan mengerti nilai-nilai tasawwuf yang terkandung dalam wudhu itu ketika kita sudah mengamalkannya dengan kaidah-kaidah syariat yang benar dan telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

“WUDHU”

Kuberdo’a agar terbebas dari hadats jasad
Tetapi jiwaku penuh dengan najis yang begitu kotor

Tanganku kubersihkan dengan Agungkan Nama Tuhan
Tapi tangan ini tak pernah berhenti menzhalimi dan mengambil hak orang lain

Lisanku kubersihkan dengan air cinta
Agar terjaga dari perkataan sia-sia yang tak berguna

Kemudian air makrifat kumasukkan kedalam hidungku
Semoga Allah jadikan tiap tarikan nafasku dipenuhi dengan zikir padaNya

Lalu wajah kotorku kusiram dengan air suci dari telaga al-kautsar
Dengan harapan wajah ini berseri-seri dengan cahaya indah saat berjumpa dengan Sang Kebenaran

Tak lupa lenganku kucelupkan kedalam air puja dan puji
Sambil berharap agar lengan ini ada hanya untuk membantu sesama

Selanjutnya telingaku kubasuh dengan air kebesaran Allah
Aku berharap agar apa yang aku dengar hanyalah keagungan Tuhan dan aku dijauhkan dari pendengaran yang membawa dosa

Kepalaku kubasahi dengan air tauhid
Agar fikiranku terbebas dari belenggu keduniawian

Akhirnya kakiku kumasukkan kedalam air taqwa
Semoga Allah bimbing langkah ke jalan yang penuh ridha…

Subhanallah….Alhamdulillah….Wa La ilah illallah
Allahu Akbar
Ya Allah jadikanlah wudhu sebagai perhiasan di kala aku hidup
Menjadi cahaya saat aku dalam kegelapan barzakh
Dan yang menjadi pembeda saat semua manusia dalam keadaan telanjang

Ketika muslim sudah mengetahui hakikat dari jalan syariat yang dia jalani, maka pintu-pintu hikmah akan terbuka, dan muslim tersebut akan lebih menghargai kehidupannya dan mencintai kehidupan dengan menjalankan syariat itu secara kaffah. Ketika kita telah menjalankan syariat dan mengerti makna hakikat dari wudhu itu sendiri, kita akan lebih mencintai ibadah-ibadah syariat tersebut, kita akan terbebas dari belenggu ritual dan pelepasan kewajiban belaka. Dan kita akan menuju fase berikutnya yaitu melepaskan diri dari penyakit-penyakit dalam jiwa yang menjadi penghalang (hijab) antara kita dan Tuhan.

“NAFSU DIRI”

Kusirami tubuh ini dengan nafsu
Untuk menguji diri ini
Apakah aku masih manusia atau telah berubah menjadi binatang
Atau aku ini adalah Tuhan

Aku terus dalam kebingungan dan kebingungan
Mencoba melawan diri sendiri
Untuk melenyapkan kebinatangan diri
Menjadi Rabb bagi jasad ini

Bila Rabb telah kembali
Jasad hina dan rendah ini tak akan ada arti
Kembali ke pangkuan sejati
Nafsu hanya penghias diri

Ketika nafsu telah menguasai kehidupan kita, tidak ada lagi kebahagiaan dan cinta. Yang ada hanya ego dan kepentingan untuk memuaskan nafsu yang telah menguasai kehidupan kita. Tidak ada lagi hamba, yang ada kita mencoba menjadi Tuhan dan berjalan di atas muka bumi dengan penuh kesombongan dan keangkuhan. Berjalan seolah-olah kita adalah pencipta dan berani menggunakan selendang Tuhan yang tidak layak satu orang makhluk di muka bumi ini untuk menggunakan dan memamerkannya. Kita telah terjebak oleh nafsu yang membinasakan iblis dan menjadikannya terkutuk dan makhluk hina. Jangan sampai makhluk yang tercipta dengan kemuliaan menjadi tidak lebih dari hewan karena nafsu yang telah menggerogoti jiwa raganya.

“Seribu Cahaya Hewani”

Kosong….
Telah rasuki diri
Penjelmaan dari titik-titik hitam yang menghilangkan seribu cahaya
Dari hati para pencinta

Dahaga yang lama tertahan
Dilampiaskan dengan nafsu hewan
Lapar yang tak terhingga
Binasakan rasa hakikat cinta

Kenikmatan sesaat dunia
Telah hancurkan tembok-tembok taqwa
Runtuh menjadi puing dan bongkahan belaka
Tanpa arti dan makna

Kemulian yang disandang
Berkat ruh yang mulia
Telah menjadi hina
Tak lebih dari seekor hewan

Manusia-manusia yang telah dikuasai oleh nafsunya tidak lebih dari seekor hewan yang hina, bagaimana kita akan berjumpa dengan Al-Haq jika diri dan jiwa kita masih dalam sebuah kegelapan nafsu dan hitamnya hati dengan kesombongan dan keangkuhan.
Dan jangan sampai syariat yang kita lakukan menciptakan manusia-manusia yang sombong atas ibadah dan ilmu yang ia miliki dan menjadikan ia buta terhadap sang Maha Cinta. Jika syariat membuat kita menjadi orang yang celaka dan orang yang hina, cepatlah bertaubat dan kembali pada naluri diri yang sempurna, kembali kepada Tuhan dengan menghambakan diri secara kaffah tanpa ada sedikitpun rasa pamrih dan rewards atas apa yang telah kita lakukan. Jangan sampai ibadah-ibadah syariat menjadikan kita orang yang hina dan tidak mendapatkan apapun selain kehinaan dan dosa belaka.

“Kebodohan”

Kapalku Terdampar Ditepian Laut Syariat
Saat Berlayar Mencari Hakikat…
Yang Kudapati Hanya Pasir Dan Buih
Tak Ada Haq Yang Kutemukan

Kocoba Berkhidmat Kepada Guru
Bertahun-Tahun Duduk Mendengarkan Ilmu
Jauh Dari Makrifat Sejati
Yang Tumbuh Hanya Kesombongan Dan Kebanggaan

Pergiku Dari Semua Guru
Mencari Tuhan Lewat Rasa
Hilangkan Diri Yang Masih Ada
Berharap Akan Jumpa Sang Pencipta

Oh… Bodohnya
Aku Berfikir Ilmuku Akan Mengantarku Pada Tuhan
Aku Menganggap Pengetahuan Akan Memberiku Jalan

Ternyata Hanya Kebodohanku
Yang Bisa Membuat Aku Bertemu Dengan Seru Sekalian Alam

Guru dan ilmu hanya sebuah sarana yang dapat kita gunakan untuk mencari Tuhan, ketika kita dalam proses pencarian tersebut, guru dan ilmu sudah tidak ada dan bukan merupakan kewajiban untuk memilikinya. Maha Guru kita adalah Tuhan, Allah akan memberikan hidayah kepada siapa saja yang ia kehendaki, dan akan memberikan ilmu ma’rifat kepada yang ia kehendaki pula. Tidak ada jalan bagi orang yang tidak mendapat petunjuk dari Allah, jalan itu adalah hak prerogative Allah yang tidak akan berubah dan tidak akan pernah berlabuh kepada kapal-kapal yang belum mengenal nahkodanya.

“MAHA GURU”

Matikanlah dirimu dari seluruh makhluk
Maka Allah akan merahmatimu
Matikanlah dirimu dari nafsu
Maka Allah akan merahmatimu
Matikanlah dirimu dari kehendak dan keinginan
Maka Allah akan merahmatimu dengan seribu hikmah.
Setelah kau lewati kematian-kematian itu
Allah akan memberi kehidupan abadi.

Engkau akan menjadi pemecah semua masalah
Dan seluruh makhluk kan memberikanmu hadiah
Kata-kata yang keluar dari mulutmu penuh dengan nesehat dan kebijaksanaan
Engkau akan menjadi titik akhir sebuah kewalian

Shalatmu yang mengakibatkan daun tumbuh
Puasamu mengakibatkan air sungai mengalir
Dan saat engkau berzakat maka maka bunga-bunga akan mekar dan mengeluarkan aroma wangi yang begitu harum
Seluruh manusia berkhidmat padamu seperti mereka berbondong-bondong menuju Baitullah.
Kini engkau adalah Maha Guru yang amat mulia.

Fase ini memerlukan proses dan hidaya dari Allah, ketika Allah memberikan hidayah, maka berpalinglah dari seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini. Jangan sampai cinta kita terbagi dengan sesuatu yang selain Allah. Anugerah ma’rifat ini harus dijaga dan dipelihara, ketika manusia telah mendapatkan hal ini tidak ada lagi yang penting selain Allah dan hanya cinta kepada Allah dan hanya bersama Allah saja kita akan hidup dan hanya dengan Allah saja kita menghabiskan hari-hari yang kita lalui dan hanya bersama Allah saja kita menghabiskan waktu kita. Hanya Allah dan hanya Allah. Kita akan merasa ramai saat sendiri, dan merasa sendiri disaat ramai. Dan anda akan menjadi raja bagi diri anda sendiri, tidak ada yang dapat memberikan perintah kepada anda, karena anda telah menggunakan dan berpakaian raja, anda adalah raja bagi diri anda dan dunia anda.

”MAHKOTA RAJA”

Hatiku pecah karena agungkan DiriMu
Relung hatiku menjadi kosong karena telah kuganti dengan NamaMu
Tanganku selalu menengadah agar aku diberi rahmat berjumpa
Mataku selalu basah dengan muhasabah karena cinta

Wahai Rabb….
Tenggelamkan aku kedalam lautan makrifatMu
Jadikanlah aku SahabatMu
Dan lepaskan aku dari ikatan kebendaan
Mengharapkan pertolongan dari tuhan-tuhan dunia

Ya Allah…
Jadikan aku seperti malaikat
Yang terbebas dari kehendak diri sendiri
Jadikan aku seperti nabi
Yang terbebas dari nafsu badani

Saat semua Kehendak dan nafsuku telah mati
Aku akan berjumpa dengan Al-Haq
Pakainku indah penuh cahaya
Dan aku bermahkota Raja Semesta

Tentunya sebelum anda menjadi seorang raja, anda akan mendapatkan ujian dan cobaan dalam proses pencapaian diri yang mulia ini. Anda akan mencari dan terus mencari jalan yang akan menunjukkan anda jalan untuk datang menuju pintu istanaNya Tuhan. Anda akan menjadi musafir, mencari Allah dengan bantuan manusia lain yang dapat menunjukkan jalan tersebut, setelah anda menemukan jalan itu anda akan berjalan dengan kesendirian anda tanpa rasa takut dan hanya dengan rasa syukur dan rasa cinta.

“MUSAFIR GILA”

Aku hanyalah orang gila yang menanti mukjizat di balik serangkaian dosa….
Aku bersujud harapkan tuhan anugerahi cinta dikedalaman hati yang penuh dusta…
Ku berdo’a agar diberikan pelita yang terang tuk suluh langkah yang gelap diselimuti dengan syahwat.
Kumeminta tongkat sang raja untuk tuntun arah kaki sang musafir gila menuju kedamaian jiwa yang penuh dengan angan dan cita-cita….
Aku tersesat di hutan kefasikan yang dipenuhi pohon-pohon dosa dan semak-semak nista.
Aku berharap cahaya itu datang agar aku dapat keluar dari kekerdilan jiwa yang membelenggu rasa dan cinta…
Akhirnya aku berhenti di sebuah titik pencarian yang membuat aku menjadi musafir sejati….
Titik itu tunjukkan cahaya kebenaran tentang falsafah kehidupan….

Perjalanan sang musafir diakhiri dengan senyum bangga dan penuh rasa syukur…
Karena mukjizat yang ia cari dan harapkan selama ini tidak lain hanyalah sebuah cinta dari orang yang mencintai karena Allah…
Musafir tertawa karena ia memiki cinta Allah dan Cinta dari orang yang mencintai Allah…..
Bahagianya sang Musafir gila mendapat hal terindah dalam hidupnya…
Cinta Dari Allah dan Cinta dari orang yang mencintai hanya karena Allah…

Ketika anda dalam perjalanan, anda akan bertemu dengan manusia-manusia yang berkepala hewan. Manusia-manusia yang hidup demi nafsu belaka dan hanya hidup untuk dunia dan tidak pernah berfikir tentang hari akhir. Mereka asyik dan terus asyik dengan nafsu dan hidup dengan penuh rasa bangga atas sebuah pencapaian semu yang pasti akan berakhir. Manusia-manusia ini pasti akan kita temui, manusia-manusia tanpa rasa syukur dan terima kasih, terlahir sebagai manusia yang utuh tapi hidup dengan watak dan fikiran hewan (binatang). Fenomena manusia yang bertingkah seperti layaknya seelor hewan tidak hanya ada pada zaman ini, fenomena-fenomena ini akan terus mengisi dunia dan akan terus bertambah hingga akhir dari seluruh masa. Berlindunglah kepada Allah agar kita semua terhindar dari perihal tersebut dan dijauhkan dari manusia-manusia tersebut. Agar proses pencarian cinta kita tidak terhenti dengan dikelilingi oleh orang-orang yang tidak mengerti cinta dan tidak menghargai cinta yang telah salah dalam mengartikan cinta Allah kepada dirinya.

“MANUSIA BERKEPALA HEWAN”

Air cinta basahi sekujur tubuh
Sejukkan jiwa yang gersang
Berikan rasa yang indah dalam sanubari
Mengalir lewat nafsu syurga

Kupeluk dan kurangkul dalam keabadian
Enggan berpisah walau dalam satu tatapan
Selalu ingin dalam kemesraan
Saat tak ada manusia yang berkepala hewan

Ketika jiwa telah bersatu
Tiada lagi aku dan kamu
Yang ada hanya kelezatan syurga
Yang dicari ahli ibadah dalam ritualnya

Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang tersesat, yang tidak tahu arah kita dalam melangkah dan bingung kemana arah melangkah. Semoga Allah memberikan kita seribu mutiara yang akan selalu menuntun jalan kita menghadap Cinta sejati yaitu Allah.

“Samudera Mutiara”

Mereka Tersesat Di Tepi Pantai Kebingungan
Mencari Mutiara Kehidupan
Padahal Mereka Berkalung Indah Mutiara
Mereka seperti Babi Yang Dikalungi Intan

Kemudian Mereka Berteriak :
Tuhanku…!
Dimana Engkau Wahai Tuhan
Mereka Terus Mencari Dan Mencari
Padahal Yang Dicari Sangatlah Dekat
Lebih Dekat Dari Urat Lehernya Sendiri
Mereka Seperti Ikan Yang Mencari Air Di Lautan Luas

Ya Allah Ya Rabbi
Berilah Pengemis Ini Hadiah Agung
Karena Engkau Selalu Mengabulkan Do’a
Kami Tidak Meminta Syurgamu
Yang Kami Inginkan Adalah Dirimu

Agar terhindar dari tipe manusia-manusia berkepala hewan dalam proses pencarian Tuhan, maka asingkan diri dari keramaian dan jauhkan diri dari manusia yang hanya perduli terhadap dirinya saja.

“PENGASINGAN”

Kuhabiskan waktuku dalam pengasingan
Sendiri dari keramaian
Jauh dari hiruk pikuk peradaban
Yang terpoles indah berbalut kemunafikan

Kefaqiran membuat aku sadar akan makna syukur
Zuhud membuat aku hidup bahagia
Sendiriku hanya bertemankan Allah

Dalam pengasingan ini hatiku terbuka
Menerima ilmu hikmah yang indah
Meyakini benar akan kebesaranMu
Agungkan Dirimu di keheninganku

Aku jadikan Allah sebagai Teman dan Sahabatku
Tempat aku bersandar dan mengadu
Karena hanya Dia yang selalu bersamaku
Tak pernah sedetikpun tinggalkanku

Akhirnya pengasingan ini berakhir
Saat teman sejati telah memanggil
Waktu yang kutunggu telah datang
Saat tidak ada lagi kemunafikan

Dalam teologi islam terdapat tokoh-tokoh yang mencetuskan wacana kontroversial yang tersimpan indah dalam khazanah ilmu Islam. Salah satunya adalah Mansyur AL-Hallaj lewat Prinsip WAHDATUL WUJUD yang memberikan nuansa keindahan tentang Islam yang dipandang sebagai sebuah kesesatan pada zamannya, begitu juga yang terjadi dengan A’yan Al-Qudait, Hamzah Fanshori serta Syech Siti Jenar lewat Manunggaling Kaulo Gustinya. Apakah tokoh-tokoh itu yang sesat? Atau peengikutnya atau orang Islam pada saat itu yang tidak dapat mengartikan cinta yang begitu besar dari tokoh-tokoh tersebut kepada Tuhannya, roda-roda cinta yang terputar itu terlalu indah sehingga mereka tidak dapat menghentikannya dengan sekedar rem saja, tapi harus memetahkan lidi-lidinya dan menghancukannya agar roda tersebut tidak berputar lagi.

Keyakinan akan kebenaran Tuhan yang terpatri dalam sebuah bajana emas yang terbungkus rapi di dalam kaca-kaca yang dijaga siang dan malam sehingga menyibak tabir rahasia Tuhan, tapi alangkah ruginya ketika tabir tersebut terbuka umat Islam menutupnya kembali dengan dalih sebuah kesesatan dan kekafiran. Jadikan diri kita raja bagi diri kita sendiri, jangan sampai kita terpengaruh dengan faham-faham yang mengatas namakan Islam tapi didasari dengan kebencian.

“RAJA BODOH”

Wahai raga yang begitu perkasa…
Kau berjalan diatas muka bumi dengan tebarkan aroma kesombongan dan keangkuhan…
Apakah kau lupa, engkau nantinya akan menjadi renta dan tak berdaya…?

Wahai jasad yang begitu mulia…
Kau memandang manusia dengan pandangan yang penuh kebencian…
Apakah kau tidak tahu bahwa manusia-manusia itulah yang akan mengusungmu dalam sebuah keranda saat engkau menjadi jasad buangan…?

Wahai tubuh yang sempurna….
Kau hinakan seluruh makhluk Allah dengan kecantikan yang sejatinya hanyalah sementara…
Apakah kau tidak sadar… bahwa tubuh itu akan menjadi keriput dan tua…?

Wahai badan yang indah….
Kau anggap dirimu adalah raja dan kau tega memperbudak sesama….
Apakah kau yakin bahwa kerajaan yang kau miliki masih akan ada esok pagi, saat matahari hadir tuk sadarkan para raja yang lupa siapa dirinya…?

Bangunlah….. Bangunlah…..!
Saat ini engkau sedang tertidur, dan engkau terbuai dalam mimpi dunia yang mabukkan raja-raja sepertimu…
Sadarilah bahwa kerajaan yang engkau bangun akan hancur saat kematian menjemputmu
Sadarilah engkau akhirnya hanya akan menjadi onggokan daging tak berharga….

Persiapkan dirimu sebelum fitnah kubur datang padamu
Pada saat itu tidak ada gunanya keperkasaan, kecantikan dan kemuliaan…
Gelar raja yang kau sandang akan segera terbuang…
Dalam kegelapan itu kau akan benar-benar menjadi hamba sahaya….
Dan pada saat itu yang dapat menolong dirimu hanyalah amal ibadahmu saat engkau berada di kerajaan dunia….

Jika kau adalah raja bijaksana
Maka bekalilah dirmu dengan bekal sebanyak-banyaknya….
Karena perjalanan yang akan kau tempuh sangatlah jauh….
Jika kau hanya membawa bekal seadanya…
Itu berarti kau adalah raja yang sangat bodoh…

Kemurnian hati dalam menyikapi setiap persoalan kehidupan tergambar dari sikap Syech Abdul Qadir Al-Jili yang mengatakan jika Mansyur Al-Hallaj hidup pada masaku tidak akan pernah kubiarkan satu orangpun mendekati Kekasih Allah tersebut, apakan lagi menyakitinya. Setiap orang memimpin kerajaannnya masing-masing, dan setiap diri akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka perbuat di muka bumi ini, kebaikan dan keburukan yang terjadi atas jasad ini merupakan tanggung jawab sang raja. Karena kebebasannya dalam memimpin terkadang kita akan mendapat kecaman dan hinaan dari raja lain, karena mereka merasa terusik dengan kebebasan raja-raja seperti Mansur Al-Hallaj yang tidak memerlukan bantuan raja manapun dalam perihal cinta pada Tuhannya yang mengakibatkan timbul fitnah yang mengatas namakan syari’at agama yang kemudian memberikan vonis hukuman kepada sang raja yang seharusnya diberikan penghargaan atas pencapain sebuah kebebasan dan kemuliaan diri saat selalu bersama Tuhan dan telah menghilangkan makna Syurga dan Neraka dalam sebuah ibadah, karena hakiat ibadah adalah saat bertemu dan bertatap wajah.

WAJAH AGUNG

Dalam gelap malam aku terjaga
Diterang cahaya aku memejamkan mata
Harapkan sinar dari sang Pencipta
Yang hembuskan cinta kedalam hati yang telah mati

Ketika cinta datang isi kekosongan jiwa
Bertebaranlah warna putih yang selimuti kegelisahan
Sinarnya mampu hancurkan kebendaan
Hilangkan keangkuhan dan kesombongan

Wahai Rabb….
Aku telah membodohkan diri
Mendamba cinta dari kehambaan
Inginkan hidup dari kematian
Citakan syurga untuk kediaman

Tapi dambaku menjadi bangkai
Inginku ciptakan siksa
Citaku wujudkan neraka

Wahai Ilah…
Neraka dan siksa akan menjadi Syurga
Jika Kau Lihatkan Wajah
Pada Hamba yang hina

Saat-saat pertemuan merupakan ekstase terbesar dari seorang Pecinta, ketika rindu telah berkecamuk dan hati telah bergemuruh dengan rasa cinta tak berbatas. Keangkuhan serta kesombongan yang menjadi pakain kita selama ini akan kita buang-bung jauh, karena kita tidak layak untuk memakai pakaian tersebut di dunia ini.

Saya tidak pernah mencoba menggiring pembaca sekalian kelembah kebingungan, tetapi saya mencoba membawa saudara sekalin kepada hakikat sebuah cinta dengan menggali sebuah kajian Islam yang mulai di kembangkan lagi dewasa ini. Insya Allah saya akan membawakan dan memaparkan tentang WAHDATUL WUJUD dan MANUNGGALING KAULO GUSTI lewat perspektif cinta bukan dengan dalil yang terkadang berbenturan dengn kaidah dan penafsiran yang berbeda bagi setiap orang. Tapi hakikat cinta adalah sama dan universal. Tidak ada bedanya antara cinta anda dan cinta saya, karena pada hakikatnya anda dan saya adalah dua nama satu makna.

Dalam sebuah pencapaian sebuah kebenaran tentunya kita memerlukan sebuah ketenangan dan menghindari berbagai maksiat yang bathin terlebih dahulu dan secara konstan mengerjakan perintah-perintah Syari’at. Setelah itu baru kita melangkah lebih jauh dengan meninggalkan maksiat bathin dan mengerjakan ibadah bathin. Karena pencapaian sebuah kebenaran tentunya memerlukan banyak waktu dan pengorbanan, tidak akan mungkin dengan serta merta kita langsung bias merasakan nikmatnya makrifat jika tidak pernah mengerjakan dan merasakan indahnya hidup dalam Syari’at. Dan yang tidak kalah penting kita harus mencoba menjauhkan diri kita dari keramaian dunia yang cenderung mengarahkan kita kepada maksiat dan mencoba uzlah seperti yang dilakukan baginda Rasulullah SAW sebelum menjadi nabi dan Rasul.

“UZLAH”

Sudah berpuluh tahun aku hidup di mayapada yang penuh dengan polesan kepalsuan syurgawi
Hariku kulewati dengan kesia-siaan ditengah berjuta kesenangan yang sejatinya akan membawa siksa
Kutenggelam dalam mimpi dan angan berbalut indah sembunyikan syahwat hina
Kuterbakar dalam dosa yang telah membumi hanguskan kemuliaan hati dan kefitrahan diri…

Ku beruzlah,,,
Menjauhkan diri dari keramaian dunia yang akan giring aku pada kefaqiran jiwa…
Kumencari kemuliaan di padang hina yang penuh dengan kotoran berbau kefasikan…
Kuberharap bertemu Kebenaran di lembah sunyi yang di penuhi dusta dan kemunafikan…
Ku bersatu dengan kekosongan setelah sekian lama dalam penantian…

Wahai pengatur Nafas ini….
Istiqamahkan hamba dalam pengabdian
Sampai saat pertemuan tiba
Sehingga hamba selalu bersama dengan Kebenaran
Sampai saat ruh mulia kembali kepada yang meniupkan

Dengan beruzlah, kita akan tahu siapa diri kita dan kemana tujuan kita. Carilah apa yang seharusnya anda cari, dan kalau perlu carilah itu sambil berlari dan merangkak untuk mendapatkannya. Semoga Allah memberikan kita semua jalan cahaya menuju cinta sejati yang menjadi tujuan utama dari para pecinta. Dan kita semua akan bahagia dan tertawa saat kita tertidur untuk selamanya.

“TIDUR PANJANG”

Kegundahan sempat mengusik saat aku sendiri
Tak ada orang yang mau hampiri
Berjalan dengan kaki terkulai
Tak ada tujuan dalam melangkah

Kegelisahan dan kegelisahan
Bersemayam dalam jiwa yang lapar akan kasih dan sayang
Berharap akan datang seseorang
Yang akan memberikan sinar keindahan

Tapi aku sudah lama menunggu
Berharap sudah jadi sahabatku
Menghayal sudah jadi teman pengantar tidurku
Citaku hanya untuk gapai ketenangan sejati

Oh… malam kau sudah sering saksikan aku menangisi diri
Sampaikan pada pemilik ruh bahwa aku mencarinya

Sampai kapan aku terus mencari ketenangan ini
Kapankah aku akan mengenal sejatinya Tuhanku
Kapankah aku dapat bersamanya disetiap waktu
Sehingga aku dapat tersenyum saat tidur panjangku

Semoga Bermanfaat …

Marilah Setiap detak-detik jantung.., selalu kita isi dengan..
Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini…

Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa’atubu Ilaik … Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Sumber : learningmoslemway.blogspot.com/2009/06/jalan-cahaya-menuju-cinta-sejati.html

Kategori:Tasawuf

>NABI KHIDIR AS DAN WALI ALLAH

>

by. Ahmad Zain An Najah

“ Keyakinan kita (ahlu al–sunnah wa al-jama’ah) adalah tidak memuliakan seorang wali di atas nabi, bahkan sebaliknya kita berkeyakinan bahwa satu orang Nabi lebih mulia dari seluruh wali “ ( Imam Thohawi )

Adalah seorang Kyai yang mendapat amanat sebuah jabatan yang bergengsi, akan tetapi yang sangat disayangkan adalah pernyataan-pernyataannya yang sering kali terdengar aneh, manuver-manuver politik nya sering membingungkan orang, alias nggak jelas dan sulit di tebak, “ manuver politik seorang wali “ kata seorang pengikutnya.

Bahkan ketika secara jelas, dia melakukan sebuah kesalahan fatal, masih ada saja yang menyeletuk: “ dia kan seorang wali , masak berbuat salah “ . Cara berpikir seperti ini perlu diluruskan.

Sebagian lain mengaku, bahwa dia mempunyai seorang guru, yang dalam satu waktu bisa berada di dua tempat. Percayakah anda bahwa dia seorang wali Allah ? Bahkan diantara mereka tidak bergeming sedikitpun ketika di bacok dengan pedang, apakah itu pertanda bahwa dia mempunyai karomah ? Bahkan konon beberapa diantara wali songo bisa merubah buah yang masih dipohon menjadi emas, malah diantara mereka ada yang bisa berjalan di dalam tanah. Bagaimana seorang muslim harus bersikap, ketika melihat fenomena di atas ?

Pengertian wali dan beberapa syaratnya

Wali di dalam ajaran Islam mempunyai banyak arti :

1/Wali berarti teman setia dan orang yang dipercaya Allah berfirman

يأبها الذين آمنوا لا تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء تلقون إليهم بالمودة وقد كفروا بما جاءكم من الحق

Wahai orang – orang yang beriman janganlah engkau menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman- teman setia, yang kamu sampaikan kepada mereka ( berita –berita Muhammad), karena rasa kasih sayang , padahal mereka telah ingkar terhadap kebenaran yang datang kepadamu “ ( QS Al Mumtahanah : 1 )

2/Wali juga berarti pemimpin. Allah berfirman :

يأبها الذين آمنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى أولياء بعضهم أولياء بعض

Wahai orang – orang yang beriman , janganlah engkau menjadikan orang orang Yahudi dan Nashrani sebagi pemimpin- pemimpin kamu, sebagian mereka adalah pemimpin sebagian yang lain “ ( QS Al Maidah : 51 )

3/Wali juga berarti pelindung. Allah berfirman :

الله ولي الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات إلى النور

Allah adalah pelindung orang –orang beriman , Yang mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada yang terang “ ( QS Al Baqarah : 257 )

Dari keterangan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Wali Allah adalah : “ Orang – orang yang dekat kepada Allah , karena mereka menyerahkan diri kepada-Nya, mengerjakan perintah- perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya( menjadikan Allah sebagai pemimpin mereka ) , serta mereka akan mendapatkan perlindungan dari Allah “ .

Sebagian ulama ada yang membagi Wali Allah menjadi dua kelompok :

a. Kelompok pertama yaitu orang- orang yang mendapatkan “ Wilayat al-‘Ammah ” ( perlindungan secara umum ) dari Allah . Mereka itu adalah orang-orang Islam dan beriman , yang secara umum telah mendekatkan diri dengan Allah, dan akan mendapatkan perlindungan dari Allah, walau mereka kadang menjauh dari Allah, atau berbuat maksiat terhadapNya.

b.Adapun kelompok yang kedua adalah mereka yang akan mendapatkan “ Wilayat al-Khosoh “ ( perlindungan secara khusus ) dari Allah swt. Menurut sebagian ulama , mereka adalah orang – orang yang mengetahui Allah dengan segala sifat-sifatNya, yang selalu mentaati segala perintah–Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, selalu menjaga dirinya supaya tidak terjerumus ke dalam kesenangan yang melalaikan, dan segera bertaubat ketika berbuat kesalahan “

Namun, orang yang mendapatkan “Wilayat al-Khosoh “ diatas, sebenarnya tidaklah terbatas apa yang di terangkan di atas , artinya : bahwa orang yang mengetahui Alloh dan sifat-sifat-Nya saja, belumlah cukup untuk mendapatkan “Wilayat al-Khosoh “ dari Allah. Karena ada satu unsur penting yang belum disebutkan pada pengertian di atas , padahal unsur tersebut sering disinggung oleh para ulama.

Untuk mengetahui satu unsur penting tersebut, kita mencoba menyelusurinya, disela- sela pernyataan Hasan Basri, seorang ulama yang amat piawi pada zaman tabi’in. Beliau pernah mengatakan : “ Ilmu itu ada dua ; ilmu yang di lidah, adalah sesuatu yang akan dimintai pertanggung jawabannya di depan Allah, sedang yang kedua adalah ilmu yang di hati, inilah ilmu yang bermanfaat “ .Beberapa ulama salaf pun pernah mengatakan : “ Ulama itu ada tiga macam ; Pertama : adalah mereka yang mengetahui tentang Allah dan tentang perintah Allah, Kedua: adalah meeka yang mengetahui tentang Allah tapi bodoh terhadap perintah-perintahNYa , Ketiga : adalah mereka yang mengetahui perintah Allah tapi bodoh tentang Allah sendiri. Yang terbaik adalah yang pertama “ .

Berpijak dari keterangan diatas, kita katakan bahwa : seorang wali yang akan mendapatkan wilayah khossoh , haruslah mempunyai ilmu yang memadai tentang Dienul Islam, atau meminjam ungkapan Hasan Basri adalah menguasai ilmu tentang hukum-hukum Allah. Tanpa bekal ini, tak mungkin seseorang bisa sampai pada derajat wali. Kenapa ? Karena seseorang tidak akan menjadi hamba yang dicintai Allah, kalau dia bodoh terhadap perintah-perintah-Nya. Semangat di dalam beribadah saja tidak cukup untuk meraih gelar ini. Kita lihat, umpamanya orang-orang Nasrani ( Kristen ) , mereka sangat antusias di dalam beribadah, tetapi Allah menyebut mereka sebagai orang-orang yang sesat ( Dhollin ) , seperti yang tercantum di dalam surat Al Fatihah. Semangat, tapi bodoh hanya akan menghasilkan orang- orang yang sesat saja. Sebaliknya, pintar tanpa semangat, hanya akan menghasilkan orang-orang yang dimurkai Allah ( Al Maghdhubi ‘alaihim ) termasuk di dalamnya orang-orang Yahudi. Islam adalah agama penengah ( wasath ), agama yang telah menjadi saksi bagi umat-umat yang lainnya, agama yang memperhatikan seluruh demensi kehidupan, agama yang ajarannya mampu membuat kehidupan ini seimbang.

Wal hasil, ilmu adalah hal yang sangat diperlukan bagi seorang yang ingin menjadi seorang wali. Perhatikan sabda Rosulullah saw. :

ومن يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

Barang siapa yang Allah menginginkan pada dirinya kebaikan, niscaya Allah akan memahamkan dia tentang ajaran agama. “ ( HR Bukhori Muslim )

Berkata Ibnu Hajar ketika mengomentari hadits diatas : “ Mafhum hadits diatas menunjukkan, bahwa barang siapa yang tidak mempelajari ajaran Islam atau paling tidak tentang dasar-dasar agama dan masalah furu’ yang terkait, berarti dia tidak akan mendapatkan kebaikan ( Fathul Bari 1/165 ) .

Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah :

ألا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولاهم يحزنون الذين آمنوا وكانوا يتقون

” Sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada ketakutan dalam diri mereka dan merekapun tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah serta bertaqwa kepadaNya “ ( QS. Yunus : 62-63 )

Orang- orang yang bertaqwa adalah orang yang mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Dan seseorang tidak akan bisa berbuat seperti itu, kalau tidak mengetahui perintah-perintahNya serta bodoh terhadap larangan-laranganNya.

Dari uraian di atas, akhirnya kita bisa menyimpulkan, bahwa Wali Allah yang sebenarnya adalah seorang muslim yang alim terhadap ajaran agamanya dan konsekwen, serta konsisten dengan ilmu yang dimilikinya, siapapun dia, dan apapun kedudukannya.

Khidhir as, seorang wali atau nabi ?

Di sana ada beberapa kasus yang perlu ditanggapi, diantaranya adalah kisah Khidir dengan nabi Musa. Di dalam surat Al Kahfi disebutkan bahwa nabi Musa as pernah belajar kepada Khidhir. Sebagian kaum muslimin yang berkeyakinan bahwa Khidhir adalah seorang wali, mereka menyimpulkan bahwa seorang wali lebih afdhol dari seorang nabi, dengan bukti nabi Musa belajar kepada Khidir. Keyakinan ini, akhirnya berkembang lebih luas lagi dan menyebabkan bermunculnya orang- orang yang mengaku dirinya wali Allah, bahkan sebagian mereka sudah tidak mengakui ajaran Islam yang di bawa oleh nabi Muhammad saw, karena beranggapan bahwa wali lebih utama dari nabi, dan tidak perlu mentaati ajaran- ajarannya.

Sungguh keyakinan semacam itu sangat menyesatkan, karena akan mengakibatkan rusaknya ajaran Islam ini. Padahal menurut pemahaman Ahlu al-Sunnah wa al- Jama’ah bahwa nabi dan rosul merupakan manusia yang paling utama dan mulia di sisi Allah swt. Untuk lebih jelasnya, kami sebutkan di bawah ini, urutan umat manusia yang paling utama sejak awal diciptakannya, hingga hari kiamat kelak-berdasarkan pendapat para Ulama Ahlu Sunnah- :

1-Urutan Pertama adalah para rosul dan nabi adalah kelompok manusia yang paling mulia di sisi Allah, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa mereka lebih mulia dari para Malaikat. Diantara para rosul dan nabi tersebut, terdapat Ulul Azmi ( Nabi Muhammad saw, Isa as, Musa as, Ibrahim as, Nuh as) mereka itu, adalah orang – orang yang terbaik di antara para nabi dan rosul. Dan Nabi Muhammad saw adalah yang terbaik diantara ulul azmi sekaligus sebagai pemimpin para nabi dan rosul.

2.Setelah itu, baru para wali Allah. Dan kelompok Wali Allah yang paling baik dalam sejarah manusia adalah para sahabat Rosulullah saw . Diantara para sahabat tersebut, Abu Bakar As-Siddiq adalah yang terbaik. Kemudian Khulafa Rosyidin sesudahnya yaitu : Umar bin Khottob ra, Utsman bin Affan ra, serta Ali bin Abi Tholib ra)

Barangkali diantara kita ada yang bertanya, kalau begitu di mana Khiddhir as di dalam urutan- urutan tersebut ? Bagaimana dengan wali-wali Allah yang lainnya, khususnya yang sangat dikenal oleh masyarakat awam ? Dan bagaimana dengan wali songo yang ada di Indonesia ?

Untuk menjawab sejumlah pertanyaan diatas, kita harus mengetahui terlebih dahulu, apakah Khidhir as itu nabi atau wali ? Sampai sekarang masalah ini, masih menjadi polemik yang hangat dikalangan sebagian orang. Dan hal ini, sangatlah wajar karena tidak ada teks Al-Qur’an maupun Hadist yang menyebutkan secara terus terang tentang status Khidhir as. Oleh karenanya kita dapatkan sebagian orang beranggapan bahwa Khidhir as, adalah seorang wali besar, bahkan mungkin Imamnya para wali. Dan Allah telah menganugrahkan kepada-nya wahyu dan ilmu, serta hikmah. Sebagian yang lain berkeyakinan bahwa Khidir as adalah salah satu dari Nabi Allah. Tapi yang jelas, keduanya sepakat bahwa Khidir as adalah hamba Allah yang pernah bertemu dan menjadi guru nabi Musa as, yang kisahnya disebutkan dalam Al Qur’an, tepat di dalam surat Al Kahfi.

Paling tidak, ada dua hal yang menunjukkan bahwa Khidhir adalah seorang nabi.

Pertama : Ibnu Katsir di dalam bukunya “ Al Bidayah wa al -Nihayah “ telah memberikan alasan yang cukup menarik untuk menolak pendapat yang mengatakan bahwa Khidhir as membunuh anak kecil yang ditemuanya di jalan, karena perasaannya mengatakan bahwa anak kecil tersebut, kelak akan menjadi anak yang durhaka kepada orang tuanya. Ibnu Katsir menyatakan bahwa seorang wali, bagaimanapun juga derajatnya, tidak begitu saja berbuat sesuatu yang sangat besar hanya berdasar perasaan belaka. Karena sebuah “perasaan” tidak boleh dijadikan standar untuk semudah itu menghabisi nyawa anak kecil yang belum punya dosa.

Abu Bakar as Siddiq ra saja- yang nota benenya adalah pemimpin para wali – masih bimbang , ragu-ragu, dan berpikir tujuh kali, sebelum akhirnya mantap untuk menjalankan proyek “ jam’ul quran “ ( mengumpulkan Al Qur’an dalam satu mushaf ) . Abu Bakar as Siddiq ra bimbang untuk melangkah, karena kawatir apa yang akan dilakukannya nanti akan menyalahi ajaran Rosulullah saw. Padahal proyek “ jam’ul quran “ merupakan proyek yang sangat masuk akal, dan mempunyai dasar pijakan yang kuat. Walau begitu, Abu Bakar as Siddiq masih ragu dan penuh kekhawatiran. Lain dengan Khidhir as, yang dengan begitu mudah membunuh anak kecil yang ditemuinya tanpa sebab apa-apa. Ini semua menunjukkan bahwa Khidhir as adalah seorang nabi yang mendapatkan wahyu dari Allah swt, sehingga dengan wahyu tersebut,tanpa pikir panjang beliau segera menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya, walau perbuatan tersebut, secara sekilas terlihat sebagai sebuah kemungkaran.

Kedua : Nabi Musa as belajar dari nabi Khidhir as. Ini juga , merupakan indikasi bahwa Khidhir as adalah seorang nabi. Karena sangat kecil kemungkinannya seorang Nabi sekaliber Musa as, diperintahkan belajar dari seseorang yang bukan Nabi.

Bagi orang yang hanya membaca kisah Khidhir as dengan nabi Musa as secara sekilas, akan terkesan baginya, bahwa Khidhir as lebih pandai dari nabi Musa as. Dan itu, akan memberikan dampak yang kurang bagus pada keyakinan masyarakat, karena akan mengesankan bahwa Khidhir as ( yang menurut mereka adalah seorang wali ) ternyata lebih mulia dari seorang Nabi Musa as, salah seorang nabi yang mendapatkan julukan Ulil Azmi ( Nabi- nabi yang memiliki ketangguhan yang luar biasa )

Seseorang yang menyakini bahwa seorang wali lebih mulia dari nabi, bahkan lebih mulia dari para nabi yang tergolong dalam kelompok Ulul Azmi, maka orang tersebut telah terjerumus di dalam kebodohan yang nyata. Keyakinan tersebut merupakan keyakinan yang sesat, dan merusak aqidah kaum muslimin, karena beranggapan bahwa seorang wali berhak untuk berbuat sesuka hatinya, walau perbuatan itu bertentangan dengan syara’ dan akal sehat serta fitrah manusia. Dia, bisa saja merusak barang milik orang lain dengan dalih menyelamatkannya, atau bahkan akan dengan mudah membunuh siapa saja yang dia kehendaki, dengan alasan dia adalah seorang wali, dan dia meniru apa yang dilakukan oleh Khidhir as.

Pendapat bahwa Khidir as, adalah seorang nabi, dikuatkan dengan perkataan seorang tokoh Islam, yang karya-karyanya menjadi rujukan kaum muslimin yang bermadzhab ahlu al–sunnah wa al-jama’ah, yaitu Imam Thohawi, beliau menulis di dalam matan “ Aqidah Al- Thohawiyah “ :

“ Keyakinan kita (ahlu al–sunnah wa al-jama’ah) adalah tidak memuliakan seorang wali di atas nabi, bahkan sebaliknya kita berkeyakinan bahwa satu orang Nabi lebih mulia dari seluruh wali “

Begitu juga wali- wali lain yang telah dikenal luas oleh masyarakat, baik di Timur Tengah, maupun di belahan bumi yang lain, termasuk di Indonesia sendiri, mereka itu, bagaimanapun tingginya keimanan dan kehebatan mereka, namun kedudukan mereka, tetap di bawah para sahabat Rosulullah saw, karena para sahabat adalah generasi terbaik sepanjang sejarah manusia , tentunya setelah para nabi dan rosul. Merekalah ( para sahabat ) wali-wali Allah yang bukan saja bisa menyebarkan Islam , tapi mereka juga telah mampu menaklukan dunia ini dan membekuk dua kekuatan super power pada waktu itu, Persi dan Romawi.

Sedangkan wali- wali Allah yang lain, khususnya yang hidup pada zaman ini, keimanan mereka jauh di bawah keimanan para sahabat. Apalagi yang mengaku-ngaku bahwa diri mereka wali, tentunya sangat jauh perbedaannya. Inipun, kalau mereka benar- benar wali Allah. Karena wali Allah yang sebenarnya, adalah mereka yang memberikan kontribusi pada masyarakat dengan semaksimal mungkin. Yaitu selalu berdakwah, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi di masyarakat , bahkan akan mampu mnggerakkan reformasi yang sebenar- benarnya. Dan tentunya Umat Islam, dan bangsa Indonesia khususnya, akan bisa merasakan kehadiran mereka. Namun kenyataannya, justru yang terjadi adalah kerusakan demi kerusakan, kekacuan demi kekacuan, bahkan suara mereka, yang mengaku wali- wali Allah, tidak pernah terdengar.Wallahu a’lam.

Kairo, Agustus 2002

sumber : ahmadzain.wordpress.com/2007/04/03/aqidah-3/

Kategori:Tasawuf

>Mengapa Perlu BerTasawuf dan Memiliki Mursid/Guru

>Assalamu ‘alaikum wr wb

Bismillah hirRohman nirRohim

Tasawuf pada masa Rasulullah saw, adalah realita tanpa
nama, tasawuf saat ini, adalah nama tanpa realita,
kecuali hanya sedikit yang menjalankan realitanya
dalam bimbingan Mursyid Hakiki. Tasawuf bukan membaca
buku2 Tasawuf dan mengkaji dari berbagai teori tasawuf
seperti Ibnu Arabi, Syadzili, Qodiri, Mevlevi Rumi
seperti banyak kajian tasawuf diberbagai Masjid saat
ini. Itu hanya baru mempelajari mengenal tasawuf bukan
bertasawuf. Sangat berbeda jauh antara bertasawuf dan
mempelajari buku atau hadir dalam ceramah tasawuf
jauh, dampak dan pemahamannya bagai setetes air
dibanding samudera.
Bertasawuf adalah melaksanakan
dzikir dan mengambil Mursyid dengan berbayat. Bila ia
mendengarkan ceramah dari Mursyid tasawuf yang Wali
Allah, maka ia akan mendapatkan ilmu sekaligus Hikmah.

Ilmu seperti pesawat terbang yang indah bentuknya.
Hikmah seperti Bahan Bakarnya. Begitu banyak orang
yang bangga dengan keindahan ilmunya, tetapi tanpa
bahan bakar hikmah ia tetap didarat tak dapat terbang.
Hikmah didapatkan dari mendengarkan langsung dan
bersama Wali Allah, sementara ilmu dari ulama biasa
kadnag membebani. Himah tak dapat terlupa dan
mengatkan, sementara ilmu ketika kita sudah tua, maka
yang menghancurkan ilmu adalah LUPA ( Hadist Nabi
saw). Hikmah adalah langsung mendengar dan bertemu,
karena ada dua macam ilmu. Ilmu Awroq ( tulisan) dan
Ilmu Azwaq (Rasa). Ketika kita mendengar seorang
Kekasih Allah/Wali Allah bicara, maka ilmu rasa yang
ditransfer langsung kedalam kalbu kita. Ketika kita
menulis dari ceramah Wali Allah, maka yang semula kita
terima dalam bentuk Hikmah, berubah menjadi Ilmu.
HImah adalah RASA, peretmuan langsung dengan Para Wali
Allah. Berjamaah dengan wali Allah, bagaikan iabadah
70 tahun, maka carilah para Wali Allah.

Itulah sebabnya Umar ra ketika berencana membunuh Nabi
saw dan ketika berhadapan langsung dengan Nabi saw,
maka ia masuk islam. Inilah ilmu Rasa yang ditransfer
melalui tatapan mata, melalui pertemuan langsung, ilmu
para Nabi dan Kekasih Allah, yang merubah benci
menjadi cinta. Ada dua macam ilmu, Ilmu yang darei
ucapan ulama biasa dan Ilmu yang sejati ditransfer
dengan langsung bicara dan kemudian ditransfer dari
hati ke hati. Ilmu Ulama yang bukan Wali Allah, ketika
kalian mendengarnya kadang ego menolak, karena berasal
dari luar. Tetapi Ilmu Wali Allah bekerja dengan dua
cara , dari luar dan dari dalam, dari luar berupa
ucapan, dari dalam berupa ilham ilahiah yg dimasukkan
kehati setiap muridnya. Dan ketika muridnya
melakukannya ia mersakan hal itu dari inspirasinya
sendiri sehingga ia ihklas melakukannya tanpa beban
sedikitpun. Itulah cara kerja Wali Allah dalam
membersihkan dan membenahi para muridnya.

Seorang siswa kedokteran ahli bedah, tidak bisa
menjadi ahli bedah hanya dengan membaca buku2 tentang
ilmu bedah. Seperti orang yang menulis tentang mabuk
tetapi ia sendiri belum pernah merasakan mabuk.
Seorang ahli bedah haruslah telah menjalani praktek
bedah, latihan dengan langsung membedah dibawah
bimbingan dokter ahli bedah yang ahli yg telah
berkali2 membedah manusia.

Demikian pula tasawuf, ada banyak profesor, DR
mendalami tasawuf dan mengajar tasawuf, tetapi ketika
ditanya siapa Mursyidnya, mereka mengatakan tidak
memiliki mursid. Artinya bagaimana seorang penulis
tentang jantung bicara tentang membedah jantung
padahal dia bukan dokter ahli jantung, padahal dia
belum pernah melakukan pembedahan? Bagaimana seorang
yang belum pernah memiliki mursyid bicara tentang
tasawuf padahal dia belum bertasawuf? Tasawuf adalah
pengalaman rasa, bukan ilmu tulisan. Tasawuf adalah
Ilmu Azwaq ( Ilmu Rasa) bukan ilmu Awroq, Ilmu
tulisan. Tasawuf adalah mengambil bay’at dari Mursyid
hakiki dan melaksanakan dzikir yang telah ditetapkan
sesuai tariqahnya, dan menjalankan amalan hanya dengan
perintah Syaikh/Mursyid yang Hakiki.

Ada begitu banyak sufi palsu, ada begitu banyak Guru
sufi palsu yang hanya menjelekkan citra sufi. Secara
syariah mereka tidak mengerjakan, secara sunah mereka
menjauhi sunah. Tak ada tariqah tanpa syariah, karena
seumpama syariah adalah lilin penerang untuk menjalani
jalan tariqah agar tak tersesat dan menuju hakikat.
Imam Malik, Imam Mazhab Maliki mengatakan Syariat
tanpa tasawuf adalah zindik, dan tasawuf tanpa syariat
adalah sesat. Jadi muslim sejati harus memiliki
keduanya, untuk mencapai maqam mukmin (memiliki iman
yg sejati) dan mencapai maqam muhsin ( ihsan, dimana
ketika solat seolah berhadapan dgn Allah, Allah selalu
melihat kita)

Setiap orang perlu pembimbing ruhani sejati, hanya
124.000 wali disetiap masa yang merupakan pembimbing
sejati. Berdoalah,”Ya Allah kirimkanlah para KekasihMU
untuk membimbing hamba yang lemah ini”. Siapa berdoa,
maka ia akan medapat jawabannya. Siapa yg mencari
Mursyid sejati, maka ia akan menemukannya. Tetapi saat
ini setiap orang bangga dengan dirinya, mereka
mengatakan gurunya cukup dengan buku. Padahal ketika
mereka secara fisik sakit dan harus menjalani operasi,
mereka bagaikan orang lemah yg setuju harus
menandatangani berita acara operasi. Bahkan tanpa
mereka perlu membacanya, karena mereka telah pasrah
dengan penyakitnya.

Tetapi ketika qalbu mereka sakit, ketika hati mereka
berkarat, ketika mereka tak mampu mengalahkan egonya,
mereka tetap tak mau mencari obat dari Sang Pembimbing
Ruhani Sejati para Wali Allah. Mereka para Awliya (
Wali-Wali Allah) tak butuh uang anda, tak butuh
pujian, mereka orang yg ikhlas bekerja sepanjang hari
tak kenal lelah tanpa bayaran, cukup Allah dan
Rasulullah saw bagi mereka. Ketika kalian akan
menyebrang padang pasir yang tak dikenal, kalian
perlukan penunjuk jalan, agar tak tersesat, agar tahu
bahaya yg menanti disetiap langkah, mungkin badai
pasir, binatang buas, ular, pasir yang menelan dsb.
Tentu saja penunjuk jalan itu telah melalui padang
pasir itu berkali2 sehingga mengetahui karakter padang
pasir itu.

Demikian juga apakah kalian pikir meniti jalan ruhani
jauh lebih mudah daripada menyebrang padang pasir tak
dikenal?. Mereka yang dikuasai ego , memerlukan
bimbingan guru ruhani sejati yg telah mengalahkan
egonya, dan mengetahui cara memotong tangan2 gurita
ego dari korbannya. Setiap orang perlu mencari Wali
Allah sebagai pembimbing, bukan hanya ulama biasa yang
terkadang masih memiliki ego yang tinggi.

Ilmu Ulama biasa dibanding Wali Allah, ilmunya bagai
setetes air dari samudera ilmu wali Allah. Ilmu Wali
Allah dibanding ilmu sahabat Nabi saw, bagai setetes
dari samudera ilmu sahabat. Dan ilmu sahabat Nabi
dibanding Nabi saw, bagai setetes dari samudera ilmu
Nabi saw. Carilah Wali Sejati yang akan membimbing
kalian, begitu banyak jalan tariqah sufi ini telah
ditunjukkan tetapi ego selalu menolak. Ketika kita
akan melangkah kepada yang Haqq, maka seratus setan
dalam bentuk manusia, jin mencegah kalian untuk
mendekati yang Haqq. Berjuanglah untuk mencari yang
Haqq. Ada dua kubu dalam islam, Islam yang Penuh Cinta
dan Islam yang penuh kebencian. Hanya jalan CINTA yang
nanti akan Allah ridhoi. Hanya jalan cinta yang
merupakan jalan Nabi saw. Mengapa kalian tak megikuti
Nabi saw ketika dihujani batu di Thaif tetapi tetap
mendoakan umatnya agar selamat, tanpa dendam, itulah
jalan cinta.

Mengapa kita perlu Mursyid? Imam Ghazali dalam buku
Ihya Ulumudin mengatakan tanpa Mursyid maka mursyid
kalian adalah setan. Ya setan bermain dengan ego
kalian, karena kalian selalu akan terhambat mencapai
kemajuan spiritual bila tak memiliki bimbingan. Bahkan
untuk belajar matematika saja kalian perlu guru. Tentu
berbeda matematika SD dan Perguruan tinggi. Tentu
berbeda islamnya kalian ketiaka kecil dan untuk
mencapaiiman dan ihsan. Untuk mencapainya kalian perlu
mensucikan jiwa kalian, membersihkan dari ego,
membersihkan karat hati dari maksiat. Jalan pintas
tercepat adalah memiliki guru para Wali Allah yang
penuh cinta, dialah pembimbing sejati.

Mengapa kalian perlu guru dan bay’at? Karena di
Mahsyar nanti meskipun mereka ahli tahajud, ahli
quran, ahli puasa, mereka akan ditanya, Siapa Imam mu?
Apa yang kalian jawab, tak punya Imam, maka kalian
akan dibiarkan di mahsyar selama 50.000 tahun dimana
sehari sama dengan seribu tahun. Sampai kalian
mendapat syafaat Nabi saw atau ampunan Allah baru
kalian diperkenankan masuk surgaNYA. Itulah sebabnya
di Al-Quran dikatakan masukilah rumah melalui
pintu2nya. Artinya mengenal agama ini melalui
pintu2nya. Nabi saw mengenal islam melalui Malaikat
Jibril as, Abu Bakar ra mengenal agama melalui Nabi
saw, terus hingga tabiin, tabiit, Imam Mazhab dan
sampai kepada Wali Akhir Zaman ini. Merekalah yang
perlu kalian ikuti. Insya Allah siapapun yang mencari
dan berdoa, untuk memdapatkan Pembimbing Sejati Para
Kekasih Allah, maka mereka akan mendapatkannya. Amin
Ya Rabbal alamin. Karena Allah selalu menjaga Walinya
124.000 Wali disetiap jaman., Mereka adalah manusia
yang selalu dijaga Allah.

Wa min Allah at tawfiq

wasalam, arief hamdani
Tariqah Naqshbandi Haqqani Sufi
HP. 0816 830 748, 0888 133 5003
Rabbani Sufi Institut Indonesia

sumber artikel : ipaku.wordpress.com/2007/11/27/mengapa-perlu-bertasawuf-dan-memiliki-mursidguru/

Kategori:Tasawuf

>Profil SHIDDIQIYYAH.

>

logo

Lambang Shiddiqiyyah


PENGERTIAN & DASAR THORIQOH

PENGERTIAN THORIQOH

Thoriqoh adalah jalan atau cara atau metode.
Semua ibadah ada cara atau metodenya; sholat, puasa, zakat, haji semuanya ada metodenya dan cara-cara itu dinamakan Thoriqoh.

DASAR THORIQOH

“Dan jika manusia tetap pada suatu Thoriqoh, pasti mereka akan mendapatkan air yang menyegarkan”. (Qs: Al Jin 16)
Berdasarkan Qs: Al Jin 16, ajaran Thoriqoh adalah ajaran agama Islam, bukan ajaran Ulama’ Salaf (Ulama pertengahan setelah para sahabat), sebagaimana anggapan sebagian kecil ummat Islam. Ajaran Thoriqoh dititikberatkan kepada ajaran Dzikrulloh. Masalah Dzikrulloh telah dicontohkan atau diajarkan oleh Nabi Besar Muhammad SAW.
Tersebut di dalam al-Qur’an :
“Sungguh ada bagi kamu di dalam diri Rosul itu contoh yang bagus, bagi siapa saja yang ingin bertemu Alloh dan hari akhir, maka Dzikirlah kepada Alloh yang sebanyak-banyak- nya”. (Qs: Al-Ahzab : 21)

Ajaran Thoriqoh / Dzikrulloh ini adalah ajaran yang bersifat khusus, artinya tidak akan diberikan / diajarkan kepada siapa saja, selama orang itu tidak memintanya.
Oleh sebab itu untuk menerima ajaran Thoriqoh/Dzikrulloh ini harus melalui Bai’at, tersebut di dalam al-Qur’an surat: “Sesungguhnya orang-orang yang BAIAT kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka BAIAT kepada Alloh” (Qs: Al Fath : 10)

Baiat sebagai Bentuk Proses Ijab Kobul Pelajaran
Untuk memperoleh pelajaran Shiddiqiyyah harus melalui proses pengajaran dan pengesahan ijab-kobul antara seorang guru ( Mursyid atau wakil yang ditunjuk ) dengan murid, disebut Baiat.
Baiat bukan sumpah setia kepada guru atau lembaga thoriqoh / organisasinya.
Pelajaran Thoriqoh tanpa melalui proses Baiat, maka Barokah Ilmu Khusus dari Rosululloh SAW melalui guru-guru secara berantai, tidak dapat mengalir.

PELAJARAN THORIQOH SHIDDIQIYYAH

1. Pelajaran Pertama : Dzikir Jahar Nafi Isbat.

2. Pelajaran Kedua adalah Dzikir Sirri

3. Pelajaran Ketiga adalah Dzikir Thobib Rukhani 7 hari.

4. Pelajaran Keempat adalah Dzikir Thobib Rukhani 40 hari.

5. Pelajaran Kelima adalah Dzikir Fatihah.

6. Pelajaran Keenam adalah Dzikir Ayat Nur.

7. Pelajaran Ketujuh adalah Mi’roj

Baiat sebagai Bentuk Proses Ijab Kobul Pelajaran, untuk memperoleh pelajaran Shiddiqiyyah harus melalui proses pengajaran dan pengesahan ijab-kobul antara seorang guru (Mursyid atau wakil yang ditunjuk) dengan murid yang disebut Baiat.
Baiat bukan merupakan sumpah setia kepada guru atau lembaga thoriqoh / organisasinya.
Bila Pelajaran Thoriqoh ditempuh tanpa melalui proses Baiat, maka Barokah Ilmu Khusus dari Rosululloh SAW melalui guru-guru secara berantai tidak dapat mengalir. Sehingga penempuh pelajaran tak-kan merasakan apa-apa.
Pelajaran dapat ditempuh dengan cara berurutan tanpa boleh mengacak.

SILSILAH THORIQOH SHIDDIQIYYAH

Dalam kitab “Tanwirul Qulub Fi Mu’amalati ‘allamil Ghuyub” karangan Syaikh Muhammad Amin Kurdi Al Arbili, pada bab “Faslun Fi Adaabil Murid Ma’a Ikhwanihi” halaman 539 disebutkan demikian:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya julukan silsilah itu berbeda-beda, disebabkan oleh perbedaannya kurun waktu, silsilah dari sahabat Abu Bakar Shiddiq R.A sampai kepada syaih Thoifur bin Isa Abi Yazied Al Busthomi dinamakan SHIDDIQIYYAH.”

Silsilah Thoriqoh Shiddiqiyyah melalui Sahabat Salman Al Farisi sampai pada Syekh Muhammad Amin Al Kurdi Al Irbil, dari Kitab Tanwirul Qulub.

1. Alloh Ta’ala.
2. Jibril ‘alaihi Salam.
3. Muhammad Rosululloh SAW.
4. Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A.
5. Salman Al Farisi R.A.
6. Qosim Bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A.
7.Imam Ja’far Shodiq Siwa Sayyidina Qosim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq R.A. (Silsilah ini dinamakan Thoriqoh Shiddiqiyyah)
8. Syaikh Abi Yasid Thifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan Al Busthomi.
9. Syaikh Abil Hasan Ali bin Abi Ja’far Al Khorqoni.
10. Syaikh Abi Ali Al Fadlol bin Muhammad Ath Thusi Al Farmadi.
11. Syaikh Abi Ya’qub Yusuf Al Hamdani. ( Thoriqoh At Thoifuriyyah).
12. Syaikh Abdul Kholiq Al-Ghojduwani Ibnul Imam Abdul Jalil.
13. Syaikh ‘Arif Arriwikari.
14. Syaikh Mahmud Al-Anjari Faghnawi.
15. Syaikh Ali Ar Rumaitani Al Mansyur Bil’Azizaani.
16. Syaikh Muhammad Baabas Samaasi.
17. Syaikh Amir Kullaali Ibnu Sayyid Hamzah, ( Thoriqoh Al Khuwaajikaaniyyah).
18. Syaikh Muhammad Baha’uddin An-Naqsyabandi bin Muhammad bin Muhammad Syarif Al-Husain Al-Ausi Al-Bukhori.
19. Syaikh Muhammad bin ‘Alaaiddin Al Athori.
20. Syaikh Ya’qub Al Jarkhi, ( Dinamakan Thoriqoh An-Naqsyabandiyyah).
21. Syaikh Nashiruddin Ubaidillah Al-Ahror As-Samarqondi bin Mahmud bin Syihabuddin.
22. Syaikh Muhammad Azzaahid.
23. Syaikh Darwis Muhammad As-Samarqondi.
24. Syaikh Muhammad Al-Khowaajaki Al-Amkani As Samarqondi.
25. Asy-Syaikh Muhammad Albaaqi Billah, (Disebut Thoriqoh Ahroriyyah).
26. Asy-Syaikh Ahmad Al Faruqi As-Sirhindi.
27. Asy-Syaikh Muhammad Ma’shum.
28. Asy-Syaikh Muhammad Syaifuddien.
29. Asy-Syaikh Muhammad Nurul Badwani.
30. Asy-Syaikh Habibulloh Jaanijanaani Munthohir.
31. Asy-Syaikh Abdillah Addahlawi, ( Thoriqoh Mujaddadiyyah).
32. Asy-Syaikh Kholid Dliyaa’uddien.
33. Asy-Syaikh Utsman Sirojul Millah.
34. Asy-Syaikh Umar Al-Qothbul Irsyad.
35. Asy-Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbil, ( Thoriqoh Kholidiyyah).

MURSYID THORIQOH SHIDDIQIYYAH

Thoriqoh Shiddiqiyyah saat ini dipimpin oleh seorang Mursyid yaitu Kyai Muchammad Muchtar Mu’thi putra dari pasangan Hajj Abdul Mu’thi dan Nyai Nashihah.

Dilahirkan di desa Losari, Ploso Jombang Jawa Timur, tanggal 28 Agustus 1928.
Pendidikan yang pernah ditempuh adalah: Madrasah Islamiyah Rejoagung, Ploso, Jombang, Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang, kemudian dilanjutkan di Pesantren Tambakberas, Jombang.

Setelah menempuh pendidikan pesantren beliau menjadi guru Madrasah di Lamongan dan pada saat itulah bertemu dengan Syekh Ahmad Syuaib Jamali Al Banteni yang pada akhirnya melimpahkan Ilmu Thoriqoh pada Muchammad Muchtar. Beliau mendapat pendidikan dan pengajaran Thoriqoh dari Syekh Syuaib dalam crass program, atau program intensif lima tahun.

Mulai tahun 1959 Kyai Muchtar mengajarkan Thoriqoh Shiddiqiyyah di desa Losari Ploso Jombang sampai sekarang.
Pada perkembangan terakhir ini, Thoriqoh Shiddiqiyyah sudah tersebar ke berbagai pelosok tanah air Indonesia bahkan ke negera tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Murid-murid thoriqoh Shiddiqiyyah terus bertambah setiap hari dan diperkirakan sekarang ini lebih dari lima juta orang.
Mereka terdiri dari segala umur, berbagai tingkat sosial ekonomi dan berbagai profesi dan keahlian.

Karena pesatnya perkembangan kaum muslimin muslimat yang memerlukan bimbingan pelajaran thoriqoh Shiddiqiyyah, beliau Mursyid, mengangkat wakil-wakil yang disebut Kholifah yang bertugas mewakili Mursyid memberikan bimbingan pada murid-murid Shiddiqiyyah di seluruh penjuru nusantara.
Kholifah yang pertama diangkat adalah Slamet Makmun, sebagai murid pertama, kemudian diikuti Duchan Iskandar, Sunyoto Hasan Achmad, Ahmad Safi’in, Saifu Umar Achmadi, Muhammad Munif dan lain-lain hingga lebih dari 40 orang kholifah.

Biografi singkat Pimpinan / Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah :

Kyai Muchammad Muchtar Mu’thi
Lahir : Losari, Ploso Jombang, 28 Agustus 1928
Alamat : Desa Losari Kec.Ploso Kab.Jombang Jawa Timur
Pendidikan :
– Madrasah Islamiyah Rejoagung Ploso Jombang
– Pesantren Rejoso Peterongan Jombang
– Pesantren Tambakberas, Jombang

DELAPAN KESANGGUPAN THORIQOH SHIDDIQIYYAH

1. Sanggup Taat Kepada Alloh Ta’ala, Bakti Kepada Allah Ta’ala.

2. Sanggup Taat Kepada Rosululloh, Bakti Kepada Rosululloh.

3. Sanggup Taat Bakti Kepada Orang Tua ( Ibu – Bapak ).

4. Sanggup Bakti Kepada Sesama Manusia.

5. Sanggup Bakti Kepada Negara Republik Indonesia (Untuk warga negara Indonesia).

6. Sanggup Cinta Tanah Air Indonesia (Untuk warga negara Indonesia).

7. Sanggup Mengamalkan Thoriqoh Shiddqiiyyah.

8. Sanggup Menghargai Waktu

_______________________________________________________

PENGERTIAN, TUJUAN DAN FAHAM THORIQOH SHIDDIQIYYAH

Arti Thoriqoh Shiddiqiyyah

Dari segi bahasa, Thoriq berasal dari kata THORIQ artinya JALAN, Shiddiqiyyah berasal dari kata SHIDDIQ artinya BENAR.
Jadi Thoriqoh Shiddiqiyyah artinya Jalan yang Benar, bukan jalan yang salah Dan dikatakan Thoriqoh Shiddiqiyyah sebab :
1. Silsilahnya melalui Sayyidina Abu Bakar Shiddiq r.a.
2. Ajarannya berdasarkan al-Qur’an dan Hadits Nabi Besar Muhammad SAW.

Tujuan Thoriqoh Shiddiqiyyah

1. Manusia dididik, dibimbing, dituntun agar dekat kepada Alloh yang sebenar-benarnya dekat (melalui praktek Dzikir Jahar Nafi Itsbat)

2. Manusia dididik, dibimbing, dituntun agar kenal kepada Alloh yang sebenar-benarnya kenal (melalui praktek Dzikir Sirru Ismu Dzat) Untuk tercapainya dekat dan kenal kepada Alloh, praktek Dzikir Jahar dan Sirri harus selalu ditingkatkan secara istiqomah.

3. Manusia dididik, dibimbing, dituntun agar menjadi manusia Taqwalloh, taqwa yang sebenar-benarnya Taqwa.

Untuk mencapainya ada 3 jalan pokok yang harus dilaluinya (dikerjakan), yaitu:

* melalui Jalan Ibadah (Sholat)
“Wahai seluruh manusia beribadahlah (Sholat) kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, barangkali kamu menjadi taqwa”. (Qs: Al Baqoroh : 21)

* melalui Jalan Puasa
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana diwjibkan atas orang-orang sebelum kamu, barangkali kamu menjadi Taqwa” (Qs: Al Baqoroh : 183)

* melalui Jalan Dzikir
“Dan tetapkanlah (hubungkanlah) jiwamu dengan kalimah Taqwa” (Qs:Al fath : 26) Untuk mencapai taqwa, Ibadah sholat, Puasa, Dzikir kalimah Taqwa harus selalu ditingkatkan. Dan apabila Taqwa telah tercapai tanda-tandanya diantaranya sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an: “Sesungguhnya orang paling mulia diantara kamu bagi Alloh ialah orang yang paling Taqwa diantara kamu”. (Qs: Al hujurat : 13) “Sesungguhnya orang-orang taqwa itu berada di dalam Surga” (Qs: Alhijr : 45)
Manusia dididik, dibimbing, dituntun agar menjadi Manusia yang berSyukur kepada Alloh.
“Dan bersyukurlah kamu kepadaKu dan jangan kamu kufur” (Qs: Al Baqoroh : 152) Apabila kita telah menjadi syukur, Alloh akan meridhoinya, tersebut dalam Qur’an: “Dan sesungguhnya kalau kamu bersyukur, meridhoiNya (Alloh) kepada kamu”. (Qs: Azzumar : 7)

Faham Thoriqoh Shiddiqiyyah

Faham Shiddiqiyyah adalah faham Tasawuf, yang dimaksud faham tasawuf adalah faham kebersihan jiwa.
Orang-orang Shiddiqiyyah adalah orang-orang Tasawuf, orang-orang yang selalu menjaga kebersihan jiwanya.
Jiwa harus dijaga dan dibersihkan dari sifat-sifat yang kotor, tercela, tak terpuji, dan diisi dengan sifat-sifat suci, bersih, terpuji, sebagaimana perintah Rosululloh di dalam Hadits yang berbunyi, “Takholaku bi akhlakillah” artinya: “Berakhlaklah kamu dengan akhlaknya Alloh”

Dan jiwa yang suci, bersih, terpuji itu harus dihayati, diresapi sampai menjadi kenyataan di dalam pergaulan sehari-hari, di masyarakat.
Tanpa memiliki jiwa yang suci, bersih dan terpuji, tak mungkin kita bisa dekat, kenal dan taqwa kepada Alloh, meskipun Dzikrulloh kita kerjakan sebanyak-banyaknya, tersebut di dalam al Qur’an:
“Maka diilhamkan kepadanya sifat Fujur dan sifat Taqwa, sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya”. (QS: Asy-syamsi : 8).

Oleh sebab itu mudah-mudahan Alloh selalu melimpahkan Rohmat dan HidayahNya, sehingga kita warga Shiddiqiyyah selalu dapat membersihkan dan menjaga, kebersihan Jiwa kita, serta akhirnya kita bisa dekat, kenal dan Taqwa kepada Alloh SWT (bisa merasakan adanya Alloh , bisa merasakan limpahan rohmat, berkat dan nikmat dari Alloh)

Sumber : http://aditya60.wordpress.com/2008/11/12/profil-shiddiqiyyah/

Kategori:Tasawuf

>Mursyid, Salik, dan Thariqah.

>

Alfathri Adlin (direktur PICTS, editor penerbit Jalasutra) dan Herry Mardian (Ed.)

Sebiji buncis meronta dan terus melompat
hingga hampir melampaui bibir kuali
di mana ia tengah direbus di atas api.

“Kenapa kau lakukan ini padaku?”

Dengan sendok kayunya,
Sang Juru Masak mementungnya jatuh kembali.

“Jangan coba-coba melompat keluar.
Kau kira aku sedang menyiksamu?
Aku memberimu cita rasa!
Sehingga kau layak bersanding dengan rempah dan nasi
untuk menjadi gelora kehidupan dalam diri seseorang.

Ingatlah saat-saat kau nikmati regukan air hujan di kebun.
Saat itu ada untuk saat ini!”

Pertama, keindahan. Lalu kenikmatan,
kemudian kehidupan baru yang mendidih akan muncul.
Setelah itu, Sang Sahabat akan punya sesuatu yang enak untuk dimakan.

Pada saatnya, buncis akan berkata pada Sang Juru Masak,
“Rebuslah aku lagi. Hajar aku dengan sendok adukan,
karena aku tak bisa melakukannya sendirian.

Aku seperti gajah yang melamun menerawang
tentang taman di Hindustan yang dulu kutinggalkan,
dan tidak memperhatikan pawang pengendali arah jalan.
Engkaulah pemasakku, pawangku, jalanku menuju cita rasa kesejatian.
Aku suka caramu membuat masakan.”

“Dulu aku pun seperti engkau,
masih hijau dari atas tanah. Lalu aku direbus matang dalam waktu,
direbus matang dalam jasad. Dua rebusan yang dahsyat.

Jiwa binatang dalam diriku tumbuh kuat.
Kukendalikan dia dengan latihan,
lalu aku direbus lagi, dan direbus lagi.
Pada satu titik aku melampaui itu semua,

dan menjadi gurumu.1

Seorang Mursyid yang sejati, yang menerima perintah khusus dari Allah untuk menjadi guru bagi para pejalan sufi, bisa tampil dengan berbagai macam wajah. Ada kalanya ia tampak lembut dan sabar, begitu mudah dipahami. Ada kalanya pula ia tampil dengan galak dan keras, begitu membingungkan dan sulit dipahami.

Seorang mursyid akan mendidik murid-muridnya untuk belajar mengendalikan seluruh bala tentara hawa nafsu dan syahwatnya, untuk mengenal segala macam aspek yang ada dalam diri masing-masing, dan untuk memunculkan potensi dirinya yang sesungguhnya. Potensi yang diletakkan Allah dalam qalb masing-masing manusia ketika ia dijadikan.

Dalam tahap pembersihan diri ini, hampir semua murid biasanya meronta. Tentu saja, karena hawa nafsu dalam diri kita pasti meronta jika dipisahkan dari hal-hal yang disukainya. Tapi demi memunculkan diri muridnya yang asli, maka mau tak mau, Sang Mursyid harus melakukannya. Sang Mursyid harus memaksa murid-muridnya untuk belajar mengendalikan seluruh bala tentara hawa nafsu dan syahwat (Rumi menyebutnya sebagai ‘jiwa binatang’) dalam diri masing-masing.

Inilah yang dimaksud Rumi dalam puisinya di atas, bahwa sebenarnya tugas seorang mursyid adalah ‘merebus’ murid-muridnya di atas api, demi memunculkan cita rasanya yang asli dalam diri masing-masing. Pada awalnya, biasanya buncis akan meronta dan bisa jadi, ingin lari. Pada tahap ini, mau tak mau, mursyid kadang perlu ‘mementungnya’ supaya kembali tenggelam dalam rebusan air mendidih. Tapi sekali si murid sudah merasakan manfaat bimbingan Sang Mursyid dalam perkembangan jiwanya, maka ia akan terus-menerus meminta untuk ‘direbus’ kembali.

Apakah ini berarti bahwa seorang murid harus memposisikan dirinya di hadapan gurunya seperti mayat yang dibolak-balik oleh pemandinya?

Nah, ini juga pemahaman yang perlu dikoreksi. Ada beberapa hal yang biasanya diajukan kepada para pejalan sufi yang ber-thariqat maupun yang memiliki mursyid, yang belakangan ini sering mengemuka. Berikut dua contoh representatif ketidaktepatan penilaian yang digeneralisir tersebut.

Pertama, “Saya bukan pengikut tasawuf formal. Saya tidak pernah bersumpah setia di bawah telapak tangan seorang guru spiritual untuk hanya menaati dia seorang, karena saya tidak menyukainya. Saya pikir, tidak ada pemikiran dan kesadaran sehat yang bisa terbangun jika seseorang telah memutuskan untuk berhenti bertanya, dan bersikap kritis.” 2

Kedua, “…Sekurang-kurangnya ada tiga hal penting yang sering dipersoalkan orang mengenai tarekat ini. Pertama, soal otoritas guru yang mutlak tertutup dan cenderung bisa diwariskan. Kedua, soal bai’at yang menuntut kepatuhan mutlak seorang murid kepada sang guru, seperti mayat di depan pemandinya; dan ketiga, soal keabsahan (validitas) garis silsilah guru yang diklaim setiap tarekat sampai kepada Nabi Muhammad Saw…Salah satu ciri utama tasawuf positif adalah rasionalitas. Karena itu, tasawuf positif harus menolak segala bentuk kepatuhan buta kepada seorang manusia—yang bertentangan dengan semangat Islam.” 3

Sekilas, kedua penilaian ‘kritis’ atas mursyid dan thariqah tersebut terkesan memperjuangkan keotonoman individu beserta rasionalitasnya, namun sayangnya terlalu terburu-buru melakukan generalisasi. Terlebih, kedua penilaian ‘kritis’ tersebut lebih merefleksikan prasangka semata ketimbang pembuktian melalui pengalaman menggeluti thariqah.

Posisi seperti itu tak ubahnya seperti komentator sepakbola dengan pemain sepakbola. Seorang komentator sepakbola sangat mahir dalam menganalisis kesalahan pemain, strategi yang sedang dimainkan, kegemilangan permainan, dan lain sebagainya. Namun yang lebih mengetahui dan merasakan realitasnya, bersusah-payah, pontang-panting, senantiasa waspada terhadap setiap serangan lawan, hingga akhirnya menjadi pemilik sejati pengetahuannya adalah si pemain sepakbola itu sendiri.

Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a pernah berkata,

“Bila kau merasa cemas dan gelisah akan sesuatu, masuklah ke dalamnya, sebab ketakutan menghadapinya lebih mengganggu daripada sesuatu yang kautakuti itu sendiri.” 4

Namun, di sisi lain, bisa dimaklumi juga bahwa generalisasi bermasalah—karena ketakutan memasuki dunia thariqah secara langsung—seperti terlihat pada kedua penilaian ‘kritis’ di atas, dilandaskan pada perkembangan mutakhir berbagai thariqah klasik. Maka lahirlah penilaian yang digeneralisasi sebagai karakter sejati seluruh tarekat, sehingga luput mengamati prinsip terdasar kemursyidan dan kethariqahan.

Deviasi adalah hal yang lazim terjadi dalam perjalanan sejarah kemanusiaan. Bahkan berbagai kitab suci pun sering mengemukakan bagaimana di setiap masa senantiasa terjadi deviasi ajaran agama sepeninggal sang pembawa risalah atau nubuwahnya. Ini tak ubahnya air yang semakin keruh ketika menjauhi sumber mata airnya, sehingga praktis di hilir hanya akan ditemui air kotor yang sudah tercampur sampah.

Begitu pula halnya dengan thariqah. Ketika sang pendiri atau mursyid sejatinya meninggal, maka hanya kehendak dan izin Allah Ta‘ala semata yang bisa menjamin kemurnian dan keberlanjutan thariqah tersebut, yaitu, dengan menghadirkan mursyid sejati pengganti. Apabila Allah Ta‘ala tidak menghadirkan mursyid sejati pengganti, berarti thariqah tersebut sudah berakhir. Kemursyidan itu adalah misi hidup, dan hanya boleh dipegang oleh mereka yang telah mencapai ma‘rifat dan misi hidupnya adalah mursyid. Tidak semua orang yang telah ma‘rifat boleh serta merta menjadi mursyid. Wali Quthb (pemimpin para wali di suatu zaman) seperti Ibn ‘Arabi pun tidak menjadi mursyid thariqah.

Oleh karena itu, sebagaimana puisi Rumi tadi, seseorang tidak bisa mengangkat dirinya sendiri menjadi seorang guru spiritual sebelum ia sendiri sudah pernah, dan berhasil, melalui semua ’rebusan’, dan kemudian memperoleh pengetahuan dari Allah ta’ala bahwa misi hidupnya memang sebagai seorang mursyid.

Kemursyidan adalah sebuah tugas langsung dari Allah ta’ala (misi hidup). Oleh karena itu, jabatan kemursyidan pun tidak dapat diwariskan, sekalipun dengan landasan senioritas, keluasan pengetahuan, atau bahkan garis keturunan. Lantas, bagaimana dengan para salik yang tersisa apabila Allah Ta‘ala tidak lagi menghadirkan mursyid sejati pengganti di sebuah thariqah? Tetaplah berpegang teguh pada dua hal paling berharga yang ditinggalkan Rasulullah Muhammad Saw, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Jangan mengada-adakan mekanisme regenerasi mursyid hanya karena ikatan emosional pada thariqah sebagai lembaga, sehingga akhirnya menyerahkan ‘amr (urusan) kepada orang yang bukan ahlinya.

Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, katanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak menarik kembali ilmu dengan jalan mencabutnya dari qalb manusia, tetapi dengan jalan mematikan ulama. Apabila ulama telah punah, maka masyarakat akan mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin yang akan dijadikan tempat bertanya. Orang-orang bodoh ini akan berfatwa tanpa ilmu; mereka itu sesat dan menyesatkan.” (Al-Hadits)

Mursyid sejati adalah pembimbing spiritual para salik thariqah untuk memurnikan dan menyucikan diri, sebagaimana Rasulullah Saw pun adalah mursyid bagi para sahabat utama yang terpanggil untuk menempuh suluk. Mursyid sejati bertugas membantu saliknya mengenal al-haqq secara bertahap sesuai perkembangan nafs-nya, serta mengembalikannya ke penyembahan yang murni kepada Allah Ta‘ala.

Namun, para salik pun akan dihadapkan pada dilema akan ketidakpercayaan kepada mursyid yang akan menjadi racun dan penyebab kegagalannya dalam bersuluk, tetapi dia pun tidak boleh taklid buta kepada mursyidnya. Kepercayaan tidak bisa dipaksakan. Kepercayaan harus muncul secara alami melalui proses yang alami pula, yang muncul sendirinya dari qalb, sehingga mutlak diperlukan penguatan dengan ‘ilm.

Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah muhtadun*. (QS Yâsîn [36]: 21)

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ‘ilm tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan fu‘ad semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS Al-Isrâ’ [17]: 36)

* Muhtaduun: orang yang telah menerima petunjuk Allah atas segala aspek kehidupannya, dan semua tindakannya semata-mata hanya berdasarkan petunjuk Allah ta’ala kepada dirinya.

Dalam kedua penilaian ‘kritis’ terhadap thariqah dan mursyid di atas, hubungan antara mursyid dengan saliknya dipermasalahkan secara terlampau disederhanakan, karena dianggap menuntut ketaatan seperti mayat dengan pemandinya. Sikap seperti sangat potensial untuk menghambat terbentuknya individu modern otonom. Padahal, hakikatnya tidak pernah ada manusia yang otonom. Manusia hanya terbagi menjadi dua golongan, yaitu, mereka yang diperbudak oleh Allah Ta‘ala atau diperbudak oleh selain Allah Ta‘ala (syahwat dan hawa nafsu).

Benarkah dalam thariqah berlangsung ketaklidan buta tak bersyarat dari seorang salik kepada mursyidnya? Kepatuhan seperti jenazah di hadapan pemandinya? Permasalahannya, bagaimana seorang salik bisa taklid kepada sang Mursyid, sementara perkataan sang Mursyid sendiri ternyata seringkali salah ditafsirkan?

Sebagai contoh, dalam sebuah thariqah, ketika seorang mursyid memerintahkan seorang salik untuk bersiaga menghadapi sebuah serangan sebentar lagi, si salik menafsirkan bahwa ia tengah diajari untuk bersiaga terhadap “serangan” lahiriah seperti perkelahian, sementara sang Mursyid sebenarnya tengah mengajari kesiagaan batiniah terhadap “serangan” masalah kehidupan.

Bagaimana dengan berbagai pertanyaan dalam kepala kita yang muncul dan berlalu-lalang? Setiap pertanyaan yang muncul di benak manusia itu pasti ada hak jawabannya. Itu tak ubahnya seseorang yang tengah menunggu di ruang tamu. Kemudian dari arah dapur tercium olehnya bau masakan. Bersabarlah, karena tepat pada saatnya makanan tersebut akan dihidangkan ke hadapannya.

Tidak semua pertanyaan harus terjawab saat ini juga. Bersabarlah, karena jawaban atas berbagai pertanyaan yang muncul di benak ada hak jawabannya, hanya tinggal masalah waktu saja. Namun, tak jarang manusia begitu arogan sehingga merasa bahwa rasionalitasnya pasti bisa memahami segala hal saat ini juga, dan bisa menghakimi segala perkara dengan bermodalkan ilmu yang kini dimilikinya. Seakan rasionalitas itu tidak punya kelemahan dan batasan.

Biasanya terhadap salik tipe fundamentalis rasional seperti ini, mursyid sejati akan ‘menghajar’ habis-habisan keliaran berpikirnya agar bisa fokus demi kebaikan salik itu sendiri. Hal yang paling sulit adalah menjinakan keliaran pikiran untuk fokus kepada perkara fundamental: misi hidup yang Allah Ta‘ala amanahkan kepada dirinya. Pikiran yang liar memancar kesana-kemari itu seperti lampu pijar 10 watt, hanya cocok dipakai untuk lampu tidur. Namun, apabila cahaya 10 watt tersebut difokuskan menjadi laser, maka besi pun dapat ditembusnya.

Munculnya tawaran seperti tasawuf tanpa tarekat maupun tanpa guru saat ini juga berasalan, namun bukan berarti kritiknya terhadap dunia thariqah yang digeneralisir tersebut tepat sasaran. Semangat untuk mengedepankan akal sehat atau rasionalitas dalam mengkaji tashawwuf merupakan salah satu hal yang penting. Karena Allah Ta‘ala mengaruniakan otak di tubuh manusia, maka cara mensyukurinya adalah memanfaatkannya untuk berpikir maksimal di alam terendah dari seluruh alam ciptaan-Nya, yaitu dunia. Namun, Ad-Diin (Agama) adalah perkara yang baru akan terpahami apabila seluruh bola akal manusia—otak nalar, fu‘ad (bentuk primitif lubb) dan lubb (akal nafs, orang yang telah memiliki lubb disebut sebagai ulil albab)—terbuka keseluruhannya. Sayangnya, sangat sedikit di antara manusia yang telah Allah anugerahkan kemampuan akal paripurna lahir dan batinnya seperti ini.

Di atas semuanya, bukanlah otak yang cerdas dan banyaknya bacaan yang dapat menyelamatkan manusia dari berbagai jebakan syahwat dan hawa nafsu dalam beragama, tetapi niat tulus murni mencari Allah Ta‘ala. Seorang buta huruf pun bisa Allah rahmati menjadi ‘ulil albâb dan ‘arifin (orang yang telah mencapai ma‘rifat), seperti Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen, maupun banyak sufi buta huruf lainnya, semata karena adanya niat tulus murni untuk mencari dan berserah diri kepada Allah Ta‘ala. Niat itu pulalah yang membuat Allah Ta‘ala berkenan menganugrahkan cahaya iman ke dalam qalb.

Misalnya, seseorang menyatakan bahwa karena dia memiliki kecenderungan saintifik, maka dia memerlukan penjelasan ilmiah terlebih dahulu sebelum memutuskan bersuluk. Namun, kebanyakan manusia memiliki mentalitas untuk tergesa-gesa menyimpulkan sebelum tuntas menelaah. Kecenderungan sikap saintifik itu baik, terlebih karena setiap manusia itu unik serta memiliki kebutuhan dan jalan masuk berbeda-beda. Ibaratnya, ada seekor kucing (pertanyaan) yang selalu mengeong dalam rumah (pikiran) kita, karena lapar meminta makanan (jawaban). Apabila kucing (pertanyaan) tersebut tidak diberi makanan (jawaban), maka rumah (pikiran) kita akan berisik oleh suara mengeongnya. Akibatnya, kita pun tidak bisa belajar dengan tenang. Karena itu, berilah makanan (jawaban) yang tepat untuk mengenyangkan kucing (pertanyaan) dalam rumah (pikiran) kita. Penuhilah haknya, sehingga dia bisa diam dan kita pun bisa belajar dengan tenang. Apabila makanan (jawaban) belum ditemukan, bersabarlah, saatnya pasti akan tiba.

Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab munculnya sikap alergi thariqah adalah ekses dari berbagai praktik yang dilakukan thariqah yang telah kehilangan ulamanya (baca: mata airnya). Misalnya, dahulu kala muncul sebuah thariqah. Lazimnya mereka melakukan riyadhah berkala secara bersama-sama. Kebetulan mursyid thariqah tersebut selalu memelihara kucing yang sering mengeong di malam hari karena lapar. Agar suara mengeong kucing tersebut tidak mengganggu riyadhah, maka sang mursyid memerintahkan muridnya untuk memasukkan kucing tersebut ke dalam sebuah ruangan, memberinya makan dan menguncinya. Hal itu berjalan terus selama bertahun-tahun, hingga sang mursyid meninggal.

Sepeninggal sang mursyid, para salik generasi pertama thariqah tersebut tetap memasukkan kucing peliharaan sang mursyid ke dalam sebuah ruangan, memberinya makan dan menguncinya agar tidak mengganggu riyadhah. Namun, para salik generasi kedua dari thariqah tersebut—yang tidak tahu sebab akibat dari perbuatan tersebut—mulai mengira bahwa perbuatan itu adalah sesuatu yang harus dilakukan sebelum mereka riyadhah. Maka, ketika sampai di salik generasi ketiga, muncullah semacam kewajiban baru, yaitu adanya sebuah keharusan sebelum riyadhah untuk mencari kucing yang kemudian harus dimasukkan ke dalam sebuah ruangan, kemudian memberinya makan dan menguncinya. Ketika sampai di salik generasi keempat, muncullah buku tentang makna batin dan hakikat memasukkan kucing ke dalam sebuah ruangan, memberinya makan dan menguncinya sebelum melakukan riyadhah. Dan, di salik generasi kelima hingga seterusnya, perbuatan tadi sudah menebarkan citra ketidakrasionalan dan ketidaksejalanan thariqah tersebut dengan syariat.

Dalam sejarah tashawwuf ada juga tipe sufi yang dinamakan sebagai Uwaysiyyah. Nama ini merujuk kepada seorang tokoh sezaman Rasulullah Saw. yang mengetahui ihwal beliau Saw. tetapi tidak pernah bertemu secara langsung sepanjang hidupnya. Demikian pula Rasulullah Saw., mengetahui Uways Al-Qarni tanpa pernah bertemu dengannya. Hal itu disebabkan karena Uways setibanya di Mekkah tidak bisa menunggu untuk bertemu dengan Rasulullah Saw (yang ketika itu sedang pergi) sebab ia telah berjanji kepada ibunya di kota lain untuk tidak berlama-lama meninggalkannya. Kondisi Uways berbeda dengan Salman Al-Farisi yang Allah Ta‘ala bukakan jalan untuk bisa bertemu dengan Rasulullah Saw., meskipun berasal jauh dari Persia, dan harus dua kali pindah agama sebagai proses pencariannya.

Salah satu sufi yang tergolong Uwaysiyyah adalah seorang Iran, Abu al-Hasan Kharraqani, yang pernah menyatakan: “Aku kagum pada salik-salik yang menyatakan bahwa mereka membutuhkan Mursyid ini dan itu. Kalian tahu bahwa aku tidak pernah diajari manusia manapun. Allah Ta‘ala adalah pembimbingku, kendatipun demikian, Aku menaruh respek besar pada semua Mursyid.”

Dari pernyataan seorang Uwaysiyyah tersebut bisa terlihat bahwa yang menjadi pokok persoalan bukanlah apakah seorang Mursyid diperlukan ataukah tidak, apakah perlu ikut thariqah atau tidak. Tetapi, apakah kita adalah seorang pencari Allah Ta‘ala dan berazam untuk mencari jalan kepada-Nya? Apabila ya, maka biarlah Allah Ta‘ala yang mengalirkan dan membukakan jalan hidup kita, entah itu ikut thariqah atau tidak, apakah akan dipertemukan dengan mursyid sejati di zamannya ataukah Allah Ta‘ala sendiri yang akan mengajari. Bukan dengan menyatakan terlalu dini bahwa thariqah dan Mursyid itu tidaklah diperlukan.

Ketidakberanian mengambil resiko untuk mengarungi lautan (thariqah), terlebih terburu-buru melontarkan pernyataan seolah heroik yang mengisyaratkan keengganan mencari mursyid sejati zamannya, atau senantiasa memilih berjarak ala saintis serta mengandalkan kecerdasan otak untuk bertashawwuf secara wacana, bisa dipastikan mustahil mencapai tingkatan ma‘rifat. Rumi menggambarkan hal itu sebagai berikut:

Ketika kauletakkan muatan di atas palka kapal, usahamu itu tanpa jaminan,

Karena engkau tak tahu apakah engkau bakal tenggelam atau selamat sampai tujuan.

Jika engkau berkata, “Aku takkan berlayar sampai aku yakin akan nasibku,” maka engkau takkan berniaga: lantas rahasia kedua nasib ini takkan pernah terungkap.

Saudagar yang penakut takkan meraih untung maupun rugi; bahkan sesungguhnya ia merugi: orang harus mengambil api agar mendapat cahaya.

Karena seluruh kejadian berjalan di atas harapan, maka hanya Imanlah tujuan terbaik harapan, karena dengan Iman memperoleh keselamatan.5

Amati kisah pencarian Salman Al-Farisi. Sebelum mengenal Tuhannya Muhammad Saw, dia adalah seorang Majusi. Kesadaran yang muncul atas kejanggalan perbuatannya sendiri untuk menjaga agar api yang disembahnya sebagai Tuhan tidak padam, membuat Salman Al-Farisi berani mengambil resiko berpindah ke agama Kristen. Setelah beberapa kali berpindah mengabdi pada beberapa pendeta, dia ditunjuki ihwal keberadaan Nabi akhir zaman. Dan pertemuannya dengan Rasullah Saw, membuat Salman Al-Farisi berani mengambil resiko kedua kalinya untuk berpindah ke agama Islam.

Thariqah adalah wadah pengajaran tashawwuf yang menuntun pemanifestasiannya melalui ujian-ujian kehidupan. Adapun yang dimaksud dengan syariat adalah Al-Islam, yaitu syariat lahir yang lebih dikenal sebagai rukun Islam. Antara syariat dan tashawwuf (keihsanan) tidak boleh dipisahkan, sedangkan thariqah—sebagai manifestasi lahiriah tashawwuf—adalah perbuatan (af’al) Rasulullah Saw dalam kehidupan dunia, yang tiada lain merupakan syariat juga. Apabila syariat adalah permulaan thariqah, maka thariqah adalah permulaan haqiqat. Namun, bukan berarti yang sebelumnya sudah tidak berlaku lagi untuk tahap berikutnya, atau bahkan ditinggalkan begitu saja. Sebagaimana dikatakan oleh Hamzah Fansuri, awal dari thariqah itu adalah taubat.

Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku di malam hari, maka buatlah untuk mereka thariqah yang kering dalam laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut.” (QS Thâhâ [20]: 77)

Thariqah adalah jalan kering dalam lautan, perjalanan seseorang menuju Tuhannya di muka bumi ini tanpa terbasahi oleh lautan duniawi. Tak ubahnya seperti ikan yang hidup di laut asin, tapi tidak menjadi asin karenanya. Thariqah bukanlah berarti seseorang itu harus hidup dengan mengabaikan dunia dan miskin. Manusia tidak mungkin bisa mencapai tingkatan ma‘rifat, yaitu mengenal Tuhannya, menemukan diri sejati serta misi hidupnya, dengan cara menjauhkan diri dan tidak bergaul dengan masyarakat serta tidak berikhtiar untuk penghidupannya dan menghargai syariat. Seseorang boleh saja kaya raya, seperti Nabi Sulaiman, tapi tidak boleh mengisi hatinya dengan kecintaan terhadap dunia. Inilah yang disebut dengan zuhud.

Apakah seseorang bisa menempuh jalan suluk dengan meninggalkan syariat? Nah, ini adalah hal yang mustahil. Jalan tasawuf adalah jalan seseorang untuk mulai belajar bersyariat secara batiniyah. Dan ini hanya bisa ditempuh setelah seseorang melakukan syariat lahiriah. Mustahil mencapai tujuan tasawuf jika seseorang meninggalkan syariat lahiriyah. Ada sebuah kisah nyata yang menarik untuk kita perhatikan berikut ini.

Suatu ketika, mursyid sebuah thariqah di Jawa Barat pernah didatangi beberapa orang lelaki yang ingin bersilaturahmi. Sang Mursyid bertanya, “Dari mana kalian tahu rumah saya?” Mereka menjawab, “Kami bertanya pada orang-orang di masjid agung kota ini, kira-kira siapa ulama yang bisa kami kunjungi untuk bersilaturahmi. Mereka menunjukkan kami ke rumah Bapak.”

Ternyata para lelaki itu telah sekian bulan selalu berpindah-pindah, tinggal dari satu masjid ke masjid lainnya. Sang Mursyid bertanya, “Apa yang kalian lakukan dengan tinggal di masjid-masjid seperti itu?” Mereka menjawab, “Kami mencari Allah, pak.” Sang Mursyid kembali bertanya, “Apakah kalian punya anak dan istri?” Mereka menjawab, “Punya pak?” Dengan keheranan sang Mursyid bertanya lagi, “Lantas bagaimana dengan anak istri kalian? Siapa yang merawat dan menafkahinya?” Mereka menjawab, “Kami telah tawakalkan kepada Allah, pak.”

Maka sang Mursyid berkata, “Bermimpi kalian ini. Bermimpi kalau kalian ingin mencari Allah sementara syariat lahir kalian abaikan. Secara syariat kalian diwajibkan untuk menafkahi istri, mendidik dan merawat anak, dan berbagai kewajiban lainnya sebagai ayah dan suami yang seharusnya ditunaikan. Kalian itu bermimpi kalau mencari Allah Ta‘ala, sementara syariat lahir diabaikan.”

Adapun thariqah itu sendiri mempunyai mempunyai tiga tujuan. Dua tujuan yang pertama adalah mendapatkan dua rahmat dari Allah.

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Hadid [57]: 28)

Tujuan pertama thariqah adalah mendapatkan rahmat pertama, yaitu cahaya iman dan kesucian bayi seperti pertama kali lahir. Suatu keadaan ketika manusia belum lagi menumpuk dosa. Keadaan ini dinamakan juga dengan al-muththaharûn.

Tujuan kedua dari thariqah adalah mendapatkan rahmat kedua, yaitu berupa Ruhul Quds yang akan mengingatkan manusia ihwal misi hidupnya, mengingatkan ihwal perjanjian primordial dengan Allah Ta‘ala (QS Al-A‘raf [7]: 172) dan membimbingnya dalam menjalankan misi hidup tersebut. Tahap inilah yang dinamakan sebagai ma‘rifat, tahap ketika seseorang setelah mengenal nafs-nya, maka akan mengenal Rabb-nya (tingkatan syuhada).

Sedang tujuan ketiga dari thariqah adalah menjadi hamba-Nya yang didekatkan (qarib). Fungsi mursyid adalah membimbing saliknya hingga sampai pada tujuan kedua dari thariqah, yaitu menjadi syuhada. Setelah itu, yang akan berperan sebagai mursyid adalah Ruhul Quds-nya sendiri untuk ber-dharma sebagai shiddiqiin.

Thariqah merupakan perjalanan kembali kepada Allah untuk menemukan diri sejati dan misi hidup tiap-tiap individu. Namun, perjalanan kembali kepada Allah mewajibkan berbagai ujian berat yang harus dilalui, hingga nafs manusia ditempa menjadi kuat. Tak ubahnya, api yang membakar logam hingga merah membara agar dapat dibentuk menjadi sesuatu yang berguna. Dengan tempaan ujian tersebut, sang hamba akan siap menerima amanah berupa misi hidup dalam posisi percaya dan dipercaya.

Melalui jalan suluk, seorang murid juga akan belajar untuk memperoleh ketenangan. Berbeda dengan anggapan umum bahwa ketenangan adalah hidup menjadi tentram dan tenang, ketenangan dalam tashawwuf adalah tidak goyahnya hati dalam menghadapi setiap permasalahan yang datang, menyambut masalah dan ujian sebagai jubah keagungan. Ujian itu hukumnya wajib bagi para salik yang berjalan mencari Allah Ta‘ala.

Ketenangan hidup yang semu, sebagaimana yang diinginkan banyak orang awam dalam ber-tashawwuf, bagi para sufi lebih merupakan isyarat bahwa Allah Ta‘ala tidak lagi peduli. Ketenangan dan hidup adem ayem, lancar dan tenang tanpa masalah merupakan isyarat bahwa Allah membiarkan seseorang hanya mendapatkan bagian di dunia saja, namun tidak di akhirat nanti. Ketenangan hidup yang semu ini justru membuat seseorang menjadi tidak lagi memiliki stimulus untuk merenung, tidak merasa membutuhkan Allah, dan statis.

Sayangnya, saat ini banyak sekali ungkapan yang menyatakan bahwa kegunaan untuk mempelajari tashawwuf adalah untuk mendapatkan ketenangan dan terapi bagi berbagai masalah kehidupan sehari-hari. Padahal, sejak dulu tashawwuf adalah jalan yang mewajibkan adanya ujian dalam setiap detik kehidupan. Para pengikutnya akan disucikan dan dibersihkan.

Suatu ketika, saat sedang makan siang, seorang salik bertanya kepada mursyidnya, “Pak, apakah tetangga di sekitar ini tahu bahwa Bapak adalah mursyid?” Beliau menjawab, “Ya, mereka tahu. Bahkan banyak di antara mereka yang datang kepada saya.” Kemudian salik itu bertanya kembali, “Lalu mengapa mereka tidak berguru pada Bapak?” Beliau menjawab, “Karena saya mengatakan kepada mereka, bahwa apabila kalian mau menjadi murid-murid saya maka kalian harus siap-siap dibersihkan. Harta-harta yang kalian dapatkan dengan cara yang tidak halal akan dihilangkan dari kalian. Ternyata mereka pun kemudian malah ketakutan dan mundur dengan sendirinya.”

Setelah membaca pracetak buku ‘Guru Sejati dan Muridnya’, melalui pemaparannya dalam buku ini, pembaca bisa melihat bagaimana Allah Ta‘ala membuat seorang sufi buta huruf dari pedalaman Sri Lanka memiliki ilmu sedalam ini. Hal ini menunjukkan bahwa rasionalitas hanyalah salah satu jalan saja—dan bukan yang teristimewa—untuk langkah awal mempelajari dunia tashawwuf. Selain itu, ini yang paling menarik, bahwa setelah Bawa Muhaiyaddeen hijrah ke Amerika, kebanyakan muridnya justru adalah orang kulit putih, yang secara umum dicap sebagai masyarakat paling rasional di muka bumi ini.

Wallahu‘alam bishawwab. []


Catatan Akhir:

1 Puisi Jalaluddin Rumi, “Chickpea to Cook,” dalam Barks, Coleman (trans.) “The Essential Rumi”. Castle Books, 1997. Dalam tulisan ini, puisi ini diterjemahkan oleh Herry Mardian.

2 Miranda Risang Ayu, “Mencari Tuhan”, Basis, nomor 03-04, tahun ke-55, Maret-April 2006, hlm. 31, 34.

3 Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, Bandung: Mizan, April 2005, hlm. 178, 183-184.

4 Muhammad Al-Bagir, Mutiara Nahjul Balaghah: Wacana dan Surat-surat Imam Ali R.A., Bandung: Mizan, cetakan ketiga, 1994, hlm. 130.

5 Nicholson, Reynold A., Jalaluddin Rumi: Ajaran dan Pengalaman Sufi, Jakarta: Pustaka Firdaus, cet. 2, 1996, hlm. 30.

sumber : http://suluk.blogsome.com/2006/06/08/mursyid-salik-dan-thariqah/

Kategori:Tasawuf

>Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga

>

Summary:agustio
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai “kaca benggala”. Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga.

Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir.

Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku,

aranira Allah jati.

Tanana kalih tetiga,

sapa wruha yen wus dadi,

ingsun weruh pesti nora,

ngarani namanireki

Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku,

ingkang kinen angarani,

pepakane ana ika,

akon ngarani puniki,

iya Allah angandika,

mring Muhammad kang kekasih.

Ada pun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya

Yen tanana sira iku,

ingsun tanana ngarani,

mung sira ngarani ing wang,

dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,

aranira aran mami

Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku

Tauhid hidayat sireku,

tunggal lawan Sang Hyang Widhi,

tunggal sira lawan Allah,

uga donya uga akhir,

ya rumangsana pangeran,

ya Allah ana nireki.

Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu

Ruh idhofi neng sireku,

makrifat ya den arani,

uripe ingaranan Syahdat,

urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,

rukuk pamore Hyang Widhi

Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur,

ja melu yen sira wedi,

lan ja melu-melu Allah,

iku aran sakaratil,

ruh idhofi mati tannana,

urip mati mati urip.

Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup

Liring mati sajroning ngahurip,

iya urip sajtoning pejah,

urip bae selawase,

kang mati nepsu iku,

badan dhohir ingkang nglakoni,

katampan badan kang nyata,

pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,

Syekh Malaya (S.Kalijaga) den padhang sira nampani,

Wahyu prapta nugraha.

mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut “mati sajroning ngahurip” dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Belajar dari Wejangan Nabi Khiddir pada Sunan Kalijaga Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/society-and-news/spirituality/2011485-belajar-dari-wejangan-nabi-khiddir/

Kategori:Tasawuf

>Sekilas Kemunculan Thariqoh

>

Thariqoh adalah salah satu tradisi keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah paktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal thariqoh dari generasi ke generasi sampai kita sekarang.

Lihat saja, misalnya hadis yang meriwayatkan bahwa ketika Islam telah berkembang luas dan kaum Muslimin telah memperoleh kemakmuran, sahabat Umar bin Khatab RA. berkunjung ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dia telah masuk di dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau gunakan unuk berwudlu’. Keharuan muncul di hati Umar RA. yang kemudian tanpa disadari air matanya berlinang. Maka kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya: ”Gerangan apakah yang membuatmu menangis, wahai sahabatku?” Umar pun menjawabnya: “Bagaimana aku tidak menangis, Ya Rasulullah ? hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di tangan tuan telah tergenggam kunci dunia timur dan dunia barat, dan kemakmuran telah melimpah.” Lalu beliau menjawab: “Wahai Umar aku ini adalah Rasul Allah. Aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan juga bukan seorang Kisra dari Persia. Mereka hanyalah mengejar duniawi, sementara aku mengutamakan ukhrawi.”

Suatu hari Malaikat Jibril As. datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. setelah menyampaikan salam dari Allah Swt, dia bertanya: “Ya Muhammad, manakah yang engkau sukai menjadi Nabi yang kaya raya seperti Sulaiman As atau menjadi Nabi yang papa seperti Ayub As?” Beliau menjawab: ”Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari. Disaat kenyang, aku bisa bersyukur kepada Allah Swt dan disana lapar aku bisa bersabar dengan ujian Allah Swt.”

Bahkan suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada sahabatnya: ”Bagaimana sikap kalian, jika sekiranya kelak telah terbuka untuk kalian kekayaan Romawi dan Persia?” Di antara sahabatnya ada yang segera manjawab: ”Kami akan tetap teguh memegang agama, ya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Tetapi beliau segera menukas: ”Pada saat itu kalian akan berkelahi sesama kalian. Dan kalian akan berpecah belah, sebagian kalian akan bermusuhan dengan sebagian yang lainnya. Jumlah kalian banyak tetapi kalian lemah, laksana buih di lautan. Kalian akan hancur lebur seperti kayu di makan anai-anai! ”Para sahabat penasaran, lalu bertanya: ”Mengapa bisa begitu ya Rasulullah.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam segera menjawabnya: ”Karena pada itu hati kalian telah terpaut dengan duniawi (materi) dan aku menghadapi kematian.” Di kesempatan lain beliau juga menegaskan: ”Harta benda dan kemegahan pangkat akan menimbulkan fitnah di antara kalian!”

Apa yang dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bukanlah ramalan, karena beliau pantang untuk meramal. Tetapi adalah suatu ikhbar bil mughayyabat (peringatan) kepada umatnya agar benar-benar waspada terhadap godaan dan tipu daya dunia.

Sepeninggal Nabi pun, ternyata apa yang beliau sabdakan itu menjadi kenyataan. Fitnah yang sangat besar terjadii di separoh terakhir masa pemerintahan Khulafaurrasyidin. Dan lebih hebat lagi terjadi di zaman Daulah Bani Umayyah, dimana sistem pemerintahan telah mirip dengan kerajaan. Penguasa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka, keluarga atau kelompoknya dan mengalahkan kepentingan rakyat kebanyakan. Dan akhirnya berujung pada munculnya pemberontakan yang digerakkan oleh golongan Khawarij, Syiah,dan Zuhhad.

Hanya saja ada perbedaan diantara mereka. Kedua golongan yang pertama memberontak dengan motifasi politik, yakni untuk merebut kekuasaan dan jabatan, sementara golongan terakhir untuk mengingatkan para penguasa agar kembali kepada ajaran Islam dan memakmurkan kehidupan rohani, serta untuk menumbuhkan keadilan yang merata bagi warga masyarakat. Mereka berpendapat bahwa kehidupan rohani yang terjaga dan terpelihara dengan baik akan dapat memadamkan api fitnah, iri dengki dan dendam.

Meskipun saat itu Daulat Bani Umayyah merupakan pemerintahan yang terbesar di dunia, dengan wilayah kekuasaan yang terbentang dari daratan Asia dan Afrika di bagian timur sampai daratan Spanyol Eropa di bagian barat, pada akhinya mengalami kehancuran. Pengalaman dan nasib yang sama juga dialami oleh Daulah Bani Abasiyah. Meskipun saat itu jumlah umat Muslim sangat banyak dan kekuasaan mereka sangat besar, tetapi hanya laksana buih di lautan atau kayu yang dimakan anai-anai, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Semua itu dikarenakan fakor hubb al-dunya (cinta dunia) dan karahiyat al-maut (takut menghadapi kematian). Sebab yang tampak makmur hanya kehidupan lahiriyah/duniawi, sementara kehidupan rohani/batiniyah mereka mengalami kegersangan. Inilah yang menjadi motifasi golongan Zuhhad.

Golongan Zuhhad inilah yang menjadi fokus pembahasan dalam penulisan buku ini, karena gerakan-gerakannya mengajak kembali kepada ajaran Islam yang benar dan mendekatkan diri pada Allah ‘Azza wa jalla.

Gerakan yang muncul di akhir abad per enam hijriyyah ini, pada mulanya meupakan kegiaan sebagian kaum Muslimin yang semata-mata berusaha mengendalikan jiwa mereka dan menempuh cara hidup untuk mencapai ridla Allah Swt, agar idak terpengaruh dan terpedaya oleh tipuan dan godaan duniawi (materi). Karenayna, pada saa itu mereka lebih dikenal dengan sebutan “zuhhad” (orang- orang yang berperilaku zuhud), ”nussak” (orang-orang yang berusaha melakukan segala ajaran agama) atau “Ubbad” (orang yang rajin melaksanakan ibadah).

Lama kelamaan cara kehidupan rohani yang mereka tempuh, kemudian berkembang menjadi alat unuk mencapai tujuan yang lebih murni, bahkan lebih mendalam yaitu berkehendak mencapai hakekat ketuhanan dan ma’rifat (mengenal) kepeda Allah yang sebenar-benarnya, melalui riyadlah (laku pihatin), mujahadah (perjuangan batin yang sungguh-sungguh), mukasyafah (tersingkapna tabir antara diriyna dan Allah), musyahadah (penyaksian terhadap keberadaan Allah). Atau dengan istilah lain, laku batin yang mereka tempuh di mulai dengan “takhalli” yaitu mengosongkan hati dari sifat-sifat tercela, lalu “tahalli”, yaitu menghiasi hati dengan sifat yang terpuji, lalu “tajalli” yaitu mendapatkan pencerahan dari Allah Swt. Tata caa kehidupan rohani tersebut kemudian tumbuh berkembang di kalangan masarakat Muslim, yang akhirnya menjadi disiplin keilmuan tersendiri, yang dikenal dengan ilmu “Tashawuf.”

Sejak munculyna Tashawuf Islam di akhir abad kedua hijriyah, sebagai kelanjutan dari gerakan golongan Zuhhad, muncullah istilah “Thariqoh” yang tampilan bentuknya berbeda dan sedikit demi sedikit menunjuk pada suatu yang tertentu, yaitu sekumpulan akidah-akidah, akhlaq-akhlaq dan aturan-aturan tertentu bagi kaum Sufi. Pada saat itu disebut “Thariqoh Shufiyyah” (metode orang-orang Sufi) menjadi penyeimbang terhadap sebutan “Thariqoh Arbabil Aql wal Fikr” (metode orang-orang yang menggunakan akal dan pikiran. Yang pertama lebih menekankan pada dzauq (rasa), sementara yang kedua lebih menekankan pada burhan (bukti nyata/empiris). Isilah “thariqoh“ terkadang digunakan untuk menyebut suatu pembibingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang mursyid kepada muridyna. Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak difahami oleh banyak kalangan, ketika mendengarkan kata “thariqoh.”

Pada perkembangan berikutyna, terjadi perbedaan diantara tokoh Sufi di dalam menggunakan metode laku batin mereka untuk menggapai tujuan utamanya, yaitu Allah Swt dan ridlanya. Ada yang menggunakan metode latihan-latihan jiwa, dari tingkat terendah, yaitu nafsu ammarah, ke tingkat nafsu lawwamah, terus ke nafsu muthmainah, lalu ke nafsu mulhamah, kemudian ke tingkat nafsu radliyah, lalu ke nafsu mardliyyah, sampai ke nafsu kamaliyyah. Ada juga yang mengguanakan metode takhalli, tahalli dan akhirnya tajalli. Ada pula yang menggunakan metode dzikir, yaitu dengan cara mulazamatudz-dzikri, yakni melanggengkan dzikir dan senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apapun.

Dari perbedaan metode itulah, akhirnya muncul aliran-aliran thariqoh yang mengambil nama dari tokoh-tokoh sentral aliran tersebut, seperti Qodiriyah, Rifa’iyyah, Syadzaliyyah, Dasuqiyyah/Barahamiyyah, Zainiyyah, Tijaniyyah, Naqsabandiyyah, dan lain sebagainya

Kategori:Tasawuf

>Allah Nan Maha Agung Mengundang dan merindukanmu…..

>Limpahan puji kehadirat Allah yang telah menjadikan hujan sebagai lambang keindahan Illahi juga sebagai cobaan dan pengangkatan derajat bagi sebagian muslimin dan juga sebagai penghapusan dosa bagi sebagian muslimin dan juga sebagai Rahmat dan kemudahan bagi sebagaian muslimin lainnya. Maha Suci Allah SWT yang cahaya kelembutanNya terus memanggil para pendosa, cahaya kelembutan Illahi terus mengundang ruh dan jiwa mereka untuk meninggalkan dosa, untuk kembali kepada Allah “fafirruu ilallah..” Dari salah satu firman Allah memanggil hamba–hambaNya untuk lari dari dosa–dosa, lari dari seluruh permasalahan kepada Allah “fafirruu ilallah..” Wahai hamba–hambaKu tempat melarikan diri adalah kepadaKu, dari apapun keluhan–keluhan hamba-hambaNya hanya Dialah yang Maha Mampu memaksakan kehendaknya untuk mengatur dan merubah keadaan. Jalla wa’alla (Dia Maha Dahsyat dan Maha Luhur) yang menjadikan setiap saat merupakan Rahmat bagi umat dan sebagian lagi menjadi penghapusan dosa dan cobaan.

Maha Suci Allah yang undangannya memanggil nafas-nafas para pendosa untuk bertaubat, mengundang mereka untuk kembali kepada Rahmat ilahi, sehingga tiadalah seseorang dari hamba ini wafat terkecuali menyesali ternyata betapa indah dan lemah lembutnya Allah, ternyata betapa baiknya Allah, ternyata betapa indahnya kasih sayang Allah. Merugilah mereka yang telah meninggalkan Allah didalam hidupnya, didalam hari-harinya. Ia meninggalkan hal-hal yang dicintai Allah, sebagaimana Allah SWT memanggil hamba hambaNya kelak di Yaumil Qiyamah “yaa ayyuhal insan.., Maa gharraka birabbikal kariim…….?” Wahai manusia apa yang telah membuatmu meninggalkan-Ku, Tuhanmu yang Maha Pemurah? Tuhan yang telah menciptakanmu dan menjadikanmu ada dari ketiadaan.

Bukankah kita wajib berbakti kepada ayah dan ibu? Sedangkan Allah lebih dari pada jasa ayah dan bunda kita “maa gharraka birabbikal kariim……….” apa yang membuat engkau meninggalkan Tuhanmu yang Maha Pemurah? Dia yang menawarkan pengampunan-Nya atas setiap dosa. Dia yang menginginkanmu selalu dekat kepada kasih-sayang-Nya, sehingga mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketika orang-orang menyesal di Yaumil Qiyamah, akan tetapi sebagian hamba-hamba Allah yang dimasa hidupnya selalu ingin bersama Allah, mereka berada dalam kebahagiaan yang kekal, mereka di dalam istana-istana termegah yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, sebagaimana dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhori Allah berfirman “A’dadatu li’ibaadiy……….” telah Aku siapkan bagi hamba hamba Ku yang shalih -yang berbicara ini adalah yang Maha Menciptakan jagat raya dengan segala kemegahannya- Kuciptakan dan Kusiapkan bagi hamba–hambaKu yang shalih apa–apa yang belum pernah terlihat mata, belum pernah didengar telinga, belum pernah terlintas dalam lintasan pemikiran mereka.

Firman Allah ini bagi mereka yang berfikir dan mendalami dan merenunginya merupakan undangan Allah kepada setiap jiwa kita. Telah Kusiapkan hidangan–hidangan dan istana agung untukmu wahai hambaKu. Sayanglah dan merugilah jika engkau menolak tawaranKu. Inilah makhluq yang paling merugi ketika ia menolak tawaran Rabbul ‘alamin untuk hidup bersama-Nya dalam kebahagiaan yang kekal.

Sungguh Allah SWT adalah yang tiada henti–hentinya Maha bersabar kepada mereka yang berbuat salah dari hambaNya dan betapa indahnya umat Nabi Muhammad saw yang mendapat undangan untuk selalu menghadap lima kali dalam setiap harinya. Adakah lagi hamba yang lebih suci dan bercahaya dari umat Sayyidina Muhammad? Mereka lima kali setiap hari dipanggil Allah. Bukankah mereka benar–benar dimanjakan oleh Allah? Adakah seorang raja memanggil seorang rakyatnya lima kali sehari terkecuali ia seorang yang sangat dicintai? Demikian keadaanku dan kalian yang selalu mendapat undangan agung lima kali setiap hari. Betapa suci dan terang benderangnya ummat Nabi Muhammad saw, dan betapa rugi dan gelapnya mereka yang menolak Allah. Ketika ia dipanggil oleh Allah, ia menolak. Ketika ia dipanggil oleh Allah untuk menghadap, ia pun mungkar dan berpaling. Adakah yang lebih rugi dari orang yang menolak undangan seorang raja? Kalau ini rugi maka bagaimana dengan undangan Maha Raja langit dan bumi.

Sambutlah undangan Rabbul ‘allamin, dengan semangat gembira kehadirat Allah atas anugerah-Nya. Jadikan siang dan malam kita selalu di dalam cahaya Rabbani, di dalam cahaya kehidupan yang kekal. Inilah hakikat kehidupan yang mulia.

(majelisrasulullah.org)

Tuhan…
Ni’matMu selalu turun kepadaku
Padahal dosaku selalu naik kepadaMu

Ni’matMu bagai kelembutan seorang ibu
yang membelai anaknya penuh kasih-sayang

Ketika aku malu dan ingin menahan diriku dari segala ni’matMu
Engkau malah menyodorkan segala ni’matMu padaku
Seakan Engkau berfirman:
Wahai hambaKu terimalah rizkimu yang halal
Mengenai dosa-dosamu
Sesungguhnya Aku Mahapengampun

Mengapa Engkau begitu baik padaku?
Padahal aku ingin menghukum diriku sendiri.
Apakah Engkau tidak bosan mendengar permintaan maafku?
Padahal aku sendiri merasa bosan mendengar kedustaan lisanku.
Tetapi Engkau memang Yang tidak bosan.

Ingin rasanya aku terus berada dalam keridhoanMu
Tetapi hatiku yang lalai
membuatku pergi dariMu

Wahai Tuhan Yang Mahabaik
Rantailah diriku pada DiriMu
Kuncilah dan jangan lepaskan
Kumohon padaMu

Jawablah… jawablah…
Wahai Yang Mahamenjawab

Jika engkau membiarkan aku
Aku khawatir bahwa aku akan binasa
Maka berikanlah aku hidup yang kekal
Jangan biarkan aku dikuasai oleh maut

Kumohon padaMu
dengarkanlah permintaanku
Wahai Engkau Yang Mahahidup lagi Memberi hidup

Jawablah… jawablah…
Wahai Engkau Yang Mahabaik

Allah Merindukanmu….

Anda mungkin berfkir bahwa rasanya tidak mungkin Allah merindukan Anda. Anda merasa bahwa Anda terlalu kotor untuk dirindukan. Maka ketahuilah, justeru Allah sangat merindukan hamba-hamba-Nya dan memanggil mereka untuk kembali kepada-Nya. Allah memanggil hamba-hamba-Nya yang melampaui batas agar kembali kepada Kasih-Sayang-Nya. Jika Anda berfikir bahwa Anda tidak akan diampuni, maka Anda keliru. Memangnya ampunan Allah itu untuk para malaikat yang tidak pernah berdosa? Atau untuk mereka yang Anda anggap sholih? Justeru ampunan Allah itu untuk kita, hamba-hamba-Nya yang telah melampau batas dalam kedurhakaan. Maka ambillah ampunan Allah itu dengan bertaubat dan beristighfar, karena ampunan Allah memang untuk kita. Dia selalu merindukan Anda.

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.” [QS. Az-Zumar: 53-55]

Lihatlah betapa Allah merindukanmu dan menghiburmu dengan rahmat dan ampunan-Nya. Jika Dia merindukan Anda, lalu bagaimana Anda tidak merindukannya? Bukankah sebenarnya Anda juga rindu untuk merasakan ni’matnya ibadah, ni’matnya munajat, ni’matnya berdialog dengan Allah? Maka rasakanlah kelezatan ini. Rasakanlah manisnya lisan yang menyebut Asma-Nya. Ni’matilah keindahan mata yang dibasahi air mata kerinduan pada-Nya. Rasakanlah dahsyatnya goncangan hati yang bergetar dalam khusyu.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal, [QS. Al-Anfal: 2]

Aku bukanlah siapa-siapa
Tak ada raja yang mengenalku
Tak pula rakyat jelata menghormatiku

Aku hanyalah makhluq hina
Terasing dan terbuang

Tak seorang mencintaiku
Semua manusia tak ‘ku hiraukan

Tak ada yang menghendaki diriku
Tak pula yang merinduku

Dalam kesendirian dan keterasingan ‘ku tersadar
Ada yang tengah memperhatikan
bahkan merindukanku

Dia selalu menghendaki kehadiranku
bahkan ketika aku mengabaikan keberadaannya

Dia terlalu mulya untuk ‘ku harapkan
Namun sekarang aku percaya
Dia memang merindukanku

Hanya dia yang menghendaki hadirku
Hanya dia yang s’lalu sabar
atas segala jahilku

Dalam setiap alpaku
Hanya dia yang selalu merindukanku

Sahabat, sadarkah Anda, dalam setiap kedurhakaan kita selalu tersimpan kerinduan Allah? Mungkin kita bertanya, apakah Allah tidak menghendaki kedekatan kita sehingga membiarkan kita jatuh dalam kenistaan. Namun ternyata itu salah. Allah selalu mengundang hamba-hamba-Nya yang terperosok dalam kehinaan dosa. Betapa besar kasih-sayang Allah. Bahkan Dia masih menghendaki kehadiran kita dalam istana kemulyaan-Nya setelah semua kedurhakaan yang kita perbuat.

PENGARUH DZIKIR PADA KEHIDUPAN

Majelis-majelis dzikir mempunyai pengaruh yang besar di dalam kehidupan manusia, pengaruh terhadap hati manusia, pengaruh terhadap bathin manusia. Majelis-majelis dzikir berpengaruh terhadap seseorang dalam urusan lahir dan bathin, dalam urusan dunia dan akhirat. Walau pun seseorang sibuk dalam memenuhi kebutuhan duniawinya, akan tetapi perlu diketahui bahwasanya dzikir kepada Allah SWT merupakan salah satu usaha di dalam memperbaiki kehidupan kita, baik yang lahir maupun yang bathin.

Seperti kita ketahui bahwa kita butuh kekayaan, makanan, pakaian, dan tempat tinggal; ruh kita pun membutuhkan kekayaan, makanan, pakaian dan tempat tinggal. Apabila seseorang memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dari ruh dan bathinnya, maka kebutuhan lahirnya pun akan menjadi baik pula. Apabila dia menelantarkan kebutuhan bathinnya, maka hal itu akan berpengaruh pula kepada kebutuhan lahirnya. Sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi Muhammad SAW tentang pengaruh dari dzikir, bahwa sesungguhnya seseorang yang duduk di tempat sholatnya setelah shalat shubuh dan berdzikir kepada Allah SWT, hal itu lebih mempercepat dalam meraih rizqi dari pada orang yang pagi-pagi buta telah pergi mencari rizqi.

Kemudian, orang-orang yang memperhatikan makanan hatinya berupa dzikir kepada Allah SWT, maka akan mempengaruhi mereka dalam memilih makanan bagi lahiriyah mereka. Mereka akan memilih makanan yang halal, menjauhi yang haram, menjauhi yang syubhat. Barangsiapa yang hanya memakan makanan yang halal, maka anggota tubuhnya pun akan mudah untuk taat kepada Allah SWT. Begitu juga apabila seseorang memakan makanan yang haram, maka anggota tubuhnya pun akan berbuat ma’siat kepada Allah SWT, melanggar perintah-Nya, dan mengerjakan apa yang dilarang-Nya.

Hendakya seseorang lebih mengutamakan pakaian bathinnya, menghiasi hatinya dengan hal-hal yang diridhoi oleh Allah SWT, dan menghiasi hatinya dengan sifat-sifat mulya. Karena Allah telah membagi-bagikan pakaian kepada manusia, dan sebaik-baik pakaian yang Allah berikan bagi seseorang adalah taqwa. Sungguh, pakaian-pakaian lahiriyah akan hancur. Namun pakaian taqwa akan tetap abadi. Sehingga orang-orang bertaqwa akan menghadap Allah SWT dengan pakaian ini, dan ia tidak telanjang di hadapan Allah SWT, dan tidak pula telanjang di hadapan manusia di Padang Mahsyar kelak. Dan pakaian seperti ini Allah bagi-bagikan di majelis-majelis ilmu, di majelis-majelis dzikir.

(Dikutip dari ceramah Guru Mulya Al-Habib Umar bin Muhammad Al-Hafizh)

Zaman ini adalah zaman
begitu banyak manusia melupakan Tuhan
tertipu oleh keinginan nafsu
mereka berlomba meninggalkan Tuhan

Mereka asing dengan hukum Tuhan
Menganggapnya sudah tidak relevan
Hawa nafsu dijadikan tuhan
yang membuat segala aturan

Belum tibakah saat di mana
manusia mencari Dia
mengemis kasih dan keridhoan-Nya
menjaga diri dari yang dibenci-Nya
mendidik diri untuk taat kepada-Nya
membela Tuhan dan menghinakan dunia

Tapi lihatlah tingkah manusia
mengagungkan dunia mengabaikan Dia
Tuhan Pencipta alam semesta

Keyakinan mereka hanya pada lisan
Hati mereka mendustakan hari pembalasan

Bilakah manusia rindukan Tuhan
Merindu Dia Pencipta insan
Sedang manusia telah keringkan lisan
dari menyebut Nama Tuhan

Wahai insan, sembahlah Dia
Yang telah Mencipta alam seisinya
Bukankah menyembah tugasnya hamba
untuk agungkan Nama Pencipta

Apakah yang telah menipumu
Apakah dunia ataukah nafsu
Wahai jiwa, tidakkah kau dengar
teriakan mereka di alam kubur

Tidakkah kau dengar panggilan mereka
agar jangan sama azab menimpa
Selagi masih kau punya waktu
mulya dan agungkan Nama Tuhanmu
Mereka yang menggelepar di alam kubur
Terus disiksa tanpa diundur
Tubuh yang gagah kini telah hancur
Wajah yang cantik kini telah lebur

Tetapi engkau, wahai penghuni dunia
Kesempatan emas berlalu begitu saja
Hatimu lalai karena terlena
gemerlap dunia yang hanya sementara

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [QS. Adz-Dzariyat: 56]

Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap, dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya. Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kamu mendustakan hari pembalasan. Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu. Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? (Yaitu) hari (ketika) seseorang tidak berdaya sedikit pun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah. [QS. Al-Infithar: 1-6]

http://tomygnt-sendiri.blogspot.com/2010/04/allah-nan-maha-agung-mengundang-dan.html

Kategori:Tasawuf