Arsip

Archive for the ‘Konseling’ Category

Menulis Sebagai Terapi Kesuksesan

Menulis merupakan salah satu kegiatan yang paling spektakuler! Mengapa begitu? Banyak manfaat menulis yang bisa kita peroleh, termasuk sebagai terapi diri untuk meraih kesuksesan. Enggak percaya? Coba baca ulasan saya berikut ini.

Terapi! Satu kata yang identik dengan penyembuhan diri dan proses pernormalan kembali suatu kinerja tubuh sebagaimana mestinya, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Terapi identik dilakukan oleh ahli klinis, seperti dokter, psikiater, maupun psikolog. Terapi digunakan sebagai langkah untuk mengaktifkan kembali kinerja tubuh yang dianggap mempunyai masalah. Jadi, terapi dimaksudkan agar mempercepat proses penyembuhan yang dilakukan oleh para ahli klinis tersebut.

Nah, kita pastinya mempunyai permasalahan dalam hidup, sedikit atau banyak. Masalah merupakan hal wajar yang dialami oleh setiap manusia. Jarang sekali ada orang yang tidak pernah mengalami masalah. Masalah akan membantu kita dalam mengembangkan diri dan membuat kita semakin survive (kemampuan bertahan hidup). Tidak ada hal berbeda yang dialami ketika kita menghadapi masalah. Perbedaannya terletak pada cara kita dalam menyelesaikan masalahnya. Banyak cara yang bisa digunakan untuk menyelesaikan sebuah masalah, salah satunya dengan menulis diari.

Hal yang perlu kita sadari adalah, tidak setiap hal yang bermasalah saja yang memerlukan terapi. Terapi dapat dilakukan setiap saat agar kita dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan, dan juga sebagai hal yang berguna untuk merefleksikan setiap hal yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.

Orang kadang tidak bisa merasakan ada masalah yang muncul sampai dengan adanya hal destruktif (merusak), yang membuat kehidupan seseorang itu tidak stabil. Diperlukan sebuah kepekaan atau kesadaran diri, agar kita dapat merasakan hal-hal yang kiranya membuat kita tidak nyaman, serta membuat sebuah masalah baru yang sering kali tidak kita sadari.

Menulis diari ini merupakan kegiatan yang sangat populer bagi sebagian orang, mulai dari anak kecil sampai orang dewasa. Dan, yang membuat hal ini menarik, diari merupakan hal yang tidak asing dalam kehidupan sehari-hari. Sedari kecil kita dibiasakan oleh orang tua kita untuk menulis diari. Hal yang ditulis biasanya merupakan kejadian sehari-hari yang berkesan bagi kita.

Pada waktu remaja pun, diari digunakan sebagai teman berbagi, sahabat, dan ajang untuk sharing semua peristiwa yang terjadi. Baik hal yang menyenangkan maupun saat-saat di mana seorang remaja mengalami rasa putus asa. Pada waktu dewasa, diari digunakan sebagi teman untuk menyelesaikan masalah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, dsb.

Sebagian orang menganggap, manfaat menulis diari adalah untuk menuliskan peristiwa unik dan berkesan agar dapat dikenang dikemudian hari. Sebenarnya, ini bukan pendapat yang salah. Namun, ada satu hal yang tidak kita sadari ketika menulis diari, yaitu sebagai terapi diri yang efektif.

Mengapa dikatakan menulis sebagai terapi? Sebab, banyak manfaat menulis diari, yang dapat kita jadikan terapi diri secara berkala, yang berguna bagi pengembangan diri kita. Sebenarnya, ini bukan hal yang aneh lagi, karena dengan menulis diari kita bisa memetik banyak manfaat, antara lain:

1. Menghilangkan stres

Hal ini bisa dimengerti karena dengan menulis kita bisa mencurahkan perasaan kita tanpa takut diketahui orang lain. Tidak semua orang bisa dengan mudah menceritakan masalahnya pada orang lain. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh watak masing-masing orang. Pembagian kepribadian secara tradisional kita kenal ada dua, yaitu introvert dan ekstrovert. Introvert adalah orang yang memiliki tipe kepribadian tertutup, sedangkan ekstrovert adalah orang yang mempunyai kepribadian terbuka. Orang introvert tentu mengalami kesulitan dalam berbicara pada orang lain. Ini tentu saja mendatangkan kesulitan bagi orang introvert saat harus menyelesaikan masalahnya.

Dan, menulis diari adalah solusi tepat bagi orang berkepribadian introvert dalam membantu menghilangkan stres serta mengurangi beban pikirannya. Orang dengan kepribadian ekstrovert tentu akan lebih mudah dalam berbagi dengan orang lain. Namun, bukan berarti orang ekstrovert tidak memerlukan diari sebagai bagian dari terapi. Justru orang dengan kepribadian ekstrovert akan lebih mudah terbuka dan merefleksikan segala yang terjadi dalam dirinya, lebih jujur, dan mudah menemukan berbagai sisi, yang membuatnya dapat menemukan solusi dalam pemecahan masalahnya.

2 .Sebagai media merencanakan target yang ingin dicapai

Diari dapat kita gunakan untuk merencanakan hal-hal apa saja yang ingin kita capai di masa yang akan datang. Perencanaan ini dimaksudkan agar kita dapat meraih target yang diharapkan secara konkret. Dengan menuliskan berbagai hal yang ingin dicapai, itu akan membantu kita dalam memompa semangat dan meraih target tersebut. Kita akan senantiasa teringat setiap kali membuka buku diari, dan merasa berkewajiban untuk segera meraih target. Melalui perencanaan dapat kita analisis kelemahan dan kekurangan kita, serta berbagai hal lainnya yang diperlukan dalam meraih target tersebut.

3. Untuk menuliskan komitmen

Komitmen merupakan hal pokok yang diperlukan oleh setiap orang dalam meraih segala tujuan. Peneguhan janji dalam bentuk komitmen ini diperlukan agar kita senantiasa mempunyai tekad yang kuat dalam meraih tujuan kita. Apa jadinya sebuah tujuan tanpa komitmen yang kuat? Berbagai rencana jitu dan ide brilian pun akan menjadi percuma, hanya karena kita tidak mempunyai komitmen. Di saat berbagai rintangan dan hambatan yang menyertai kita, maka hal yang perlu kita ingat agar tidak putus asa ditengan jalan, adalah komitmen awal kita dalam meraih tujuan. Dengan menuliskannya, kita akan selalu teringat akan janji awal kita, sekaligus sebagai tameng dalam setiap kendala yang ada.

4. Sebagai pengontrol target

Menuliskan setiap perkembangan atas semua pencapaian target merupakan langkah selanjutnya setelah kita merencanakan dan berkomitmen dalam meraih setiap target kita. Menulis akan membantu kita dalam melihat hasil dari proses pencapaian usaha, yang kita lihat dengan target yang ingin kita capai. Dengan begitu, kita akan mudah mengetahui arah perkembangan kemajuan yang kita capai. Mengontrol setiap perkembangan yang dicapai akan membuat kita tidak menyimpang dari tujuan semula. Sering kali, dalam pencapaian suatu tujuan, di tengah jalan kita menemukan banyak pengembangan gagasan maupun ide. Hal ini tidaklah salah. Namun, terlalu banyak pengembangan justru semakin mengaburkan tujuan semula, dan arahnya pun menjadi tidak fokus. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alat kontrol yang tepat dalam mencapai target yang diharapkan, yaitu diari.

5. Alat memformulasikan ide baru

Setelah menuliskan setiap perkembanngan yang terjadi dalam diari, tentu kita dapat melihat berbagai hal yang akan membuat kita menjadi lebih jeli dalam melihat segala hal yang terjadi. Ide dan rencana awal yang kita buat belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada. Kondisi ini tentu saja membuat kita perlu menambah berbagai rencana baru yang sesuai dengan kondisi yang ada. Berarti, kita perlu menuliskan atau memformulasikan ide-ide atau gagasan yang baru. Hal ini dimaksudkan agar kita lebih mudah dalam menyelesaikan setiap permasalahan dan mengatasi kekurangan yang ada, sehingga akan lebih mudah pula dalam mencapai target kita.

6. Sebagai gudang inspirasi

Diari adalah tempat untuk menuliskan berbagai ide yang muncul supaya memudahkan kita dalam menemukan solusi baru yang lebih efektif dalam menyelesaikan sebuah masalah. Diari adalah sumber inspirasi bagi pemunculan ide-ide baru. Ide baru yang muncul tentang cara mencapai target, komitmen, maupun mimpi baru yang ingin kita capai, tidak boleh dianggap remeh. Oleh karena itu, jangan pernah menyepelekan sebuah ide, meskipun pada awalnya kita menganggap ide itu tidak relevan dengan kenyataan. Tapi, bisa jadi ide awal tersebuat menjadi pemantik atau inspirasi bagi kita untuk menemukan sebuah solusi yang kreatif.

7. Alat penyimpan memori

Kemampuan manusia untuk mengingat peristiwa, pengetahuan, maupun hal unik lainnya tentu terbatas. Orang tentu tidak dapat mengingat semua kejadian yang berlangsung dalam hidupnya sekaligus. Bahkan, manusia jenius sekalipun tentu mengalami kelupaan untuk beberapa peristiwa dalam hidupnya. Keakuratan data dan peristiwa secara detail tidak dapat diingat oleh manusia secara persis. Maknya, diperlukan pencatatan supaya memudahkan kita dalam melakukan proses rehearsal (mengingat kembali memori yang kita simpan), dan mengambil hikmah atas setiap kejadian, karena tentu ada hikmah yang dapat kita petik dan dijadikan pelajaran berharga.

8. Alat memudahkan penyelesaian masalah

Setiap permasalahan yang berhasil kita selesaikan akan melatih kita dalam menyelesaikan masalah berikutnya. Cara penyelesaian masalah itu bisa saja menjadi acuan kita dalam menyelesaikan masalah serupa atau yang hampir sama. Memang, solusi atas sebuah permasalahan tidak dapat kita jadikan solusi atas masalah yang lainnya. Namun, setidaknya kita bisa mempelajari teknik pengambilan keputusan yang telah kita buat, dan supaya hal itu mempermudah kita dalam menyelesaikan masalah lainnya.

9. Sebagai media refleksi dan kebijkasanaan

Menuliskan segala perasaan, masalah, dan konflik yang terjadi dalam hidup akan membuat orang semakin bijaksana. Karena, dengan menulis diari kita akan belajar berkompromi dengan setiap masalah yang ada. Belajar memahami masalah dan tidak sekadar mengutamakan ego semata. Semakin banyak kita melibatkan proses menulis dalam menghadapi permasalahan, kita akan semakin peka, tidak terburu-buru, bijakasana, dan mampu menggunakan kepala yang dingin ketika memutuskan sesuatu. Karena, terkadang kita tidak dapat melihat masalah dengan jelas jika kita tidak memetakannya dalam tulisan. Dengan menulis, segala sisi persoalan akan terlihat lebih jelas, dan itu memudahkan kita dalam mencari solusinya.

Membiasakan menulis diari akan membuat kita lebih jeli dan terlatih dalam merumuskan dan menyelesaikan sebuah permasalahan. Sehingga, kita tidak akan terjebak pada satu masalah yang ada, tidak merasa tertekan, dan tidak menimbulkan distress (stres yang berakibat negatif bagi diri kita). Kita harus jeli dalam menghadapai masalah supaya bisa mengelola stres tersebut menjadi ustress (stres yang positif).

Jika kita berhasil mengelola stres negatif menjadi stres positif, kita bisa mengelola sisi kognitif (memori) dan sisi afektif (perasaan) sehingga sisi psikis kita tidak mengalami masalah yang berarti.

Berbagai manfaat menulis diari di atas sama faedahnya dengan terapi. Karena, terapi mempunyai fungsi sebagai media penyegaran dan penormalan kembali segala aktivitas tubuh. Oleh karena itu, terapi diri melalui menulis ini akan membuat kita semakin mudah mencerna segala permasalahan dengan lebih mudah dan efektif. Dengan begitu, maka akan mengurangi tingkat stres yang tentu saja mengganggu kinerja tubuh kita.

Ketika kita berhasil memecahkan sendiri masalah kita lewat menulis, sesungguhnya kita tidak membutuhkan psikiater maupun psikolog. Psikiater akan membantu kita menyelesaikan permasalahan dari segi medis, sedangkan psikolog akan mendengarkan dan membantu kita dalam mencari solusi yang tepat bagi diri kita sendiri. Yah, jadi kita sendirilah yang harus mencari solusi terbaik atas setiap permasalahan kita, karena kita juga yang lebih tahu akan kondisi sendiri. Orang lain hanya bertugas sebagai pendengar yang baik dan membantu kita agar dapat menemukan solusi sendiri, bukan mencarikan solusi bagi diri kita.

Masih banyak lagi manfaat menulis sebagai terapi diri. Anda akan menemukan banyak manfaat lainnya yang tentu saja berbeda dari orang lain, karena setiap orang mempunyai sudut pandang dan penilaian yang berbeda. Baik, semoga Anda dapat melakukan terapi diri dengan menulis diari, sehingga tidak mengalami distress yang dapat merusak keseimbangan psikologis Anda. Selamat menulis diari.[sn]

by. Sofa Nurdiyanti (www.andriewongso.com)
* Sofa Nurdiyanti adalah mahasiswa semester lima Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Ia tengah semangat berlatih supaya kelak mampu menjadi penulis dan trainer. Sofa dapat dihubungi melalui email: nurrohmah_06[at]yahoo[dot]com.

Kategori:Konseling

TERAPI KONSELING DENGAN HIPNOTIS

PENDAHULUAN
Cerita yang cukup memilukan, tetapi makin sering terdengar. Pola-pola kejadiannya selalu sama. Seorang yang sendirian di tempat yang asing atau tempat yang ramai didekati oleh seorang atau beberapa pria asing. Ia disapa dengan ramah dan sopan sebagaimana berlangsung dalam pertemuan biasa. Namun, akhirnya ia menyerahkan dompet, perhiasan, atau harta benda lain kepada si pria asing itu, seakan-akan dengan sukarela. Bahkan terjadi, ia mengantar pria asing itu ke bank, menarik uang berjuta-juta rupiah dari rekeningnya dan memberikan semuanya kepada orang yang tidak dikenal itu. Setelah pria asing itu pergi, baru ia menyadari bahwa ia menjadi korban penipuan. Semuanya dilakukannya dalam keadaan terhipnotis.

Dari sepenggal cerita di atas kita mungkin bisa berpendapat bahwa hipnosis atau hipnotis adalah suatu hal yang negatif dan merupakan suatu cara untuk melakukan suatu kejahatan. Walaupun memang tidak bisa dipungkiri bahwa ilmu hipnotis sekarang ini banyak digunakan pada praktiknya adalah untuk hal-hal semacam itu, seperti memperdayai seseorang untuk kemudian diambil harta benda yang dimiliki orang tersebut tanpa mendapat perlawanan dari orang yang bersangkutan. Disini kita nanti akan membicarakan ilmu hipnotis yang digunakan sebagai terapi diluar kejahatan, Ilmu hipnotis sendiri dikenal manusia sejak abad 18. Tokoh utamanya adalah Franz Anton Mesmer, dan disusul oleh James Braid, Charcot, Liebault, Bemheim, Sigmund Freud, Clark Haul dan sebagainya. Hipnotis oleh para pakar di barat lebih diyakini sebagai seni ketimbang klenik. Hipnotis, kata para pakar itu, merupakan seni sugesti, seni komunikasi, seni merubah tingkat kesadaran, dan seni eksplorasi alam bawah sadar.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari ilmu hipnotis ini, bahwa orang akan merasa tenang, tingkat kesadarannya akan berubah, dan pengaruh lainnya dari ilmu hipnotis ini. Sebagai terapi psikis yang dapat mengeksplorasi alam bawah sadar, maka ilmu hipnotis ini akan cukup bermanfaat bila digunakan untuk menanggulangi stres pada masyarakat yang terkena bencana. Seperti yang akan kita bahas dan kita angkat sebagai topik pada makalah yang kami buat ini.

PEMBAHASAN
Sempat ditayangkan televisi, tentara-tentara kulit putih dari negara sahabat yang ikut membantu pemulihan pascatrauma di Aceh dengan memijat-mijat dan membelai penderita. Sebenarnya memijat dan membelai ini adalah terapi relaksasi dan hanyalah ujung awal dari terapi hipnosis. Bisa dimengerti terapi relaksasi inilah yang bisa diberikan oleh mereka, karena kesulitan bahasa pengantar antara terapis dan pasien.

Sebuah bencana hebat biasanya menyisakan trauma yang hebat pula bagi penduduk yang mengalaminya. Trauma ini menyebabkan Gangguan Stress Pasca Trauma (GSPT). Terapinya bisa dengan obat dan bisa dengan psikoterapi atau terapi psikis. Dalam terapi psikis, salah satunya dengan hipnosis. Hipnosis sendiri bisa dilakukan sebagai terapi individual dan kelompok. Dari pengalaman klinis, apabila induksi diberikan oleh orang yang berpengalaman, induksi untuk pengeluaran muatan memori traumatik yang tersimpan di otak didalam terapi kelompok bisa sangat effektif. Seperti yang sering terlihat dalam kelompok-kelompok doa dan majelis, para pesertanya menjadi menangis bersama-sama dan bahkan berteriak, saat pemimpin doa membacakan doa permohonan yang menyayat-nyayat hati. Itulah sebenarnya induksi hipnotik yang dilakukan oleh pemimpin doa dan berakibat para peserta mengalami proses abreaksi. Yakni suatu proses material trauma nir-sadar, dibawa kembali ke alam sadar. Pada keadaan ini seseorang tidak hanya mengingat tetapi menghidupkan kembali material traumatik dan disertai respon emosional yang sesuai. Setelah proses abreaksi ini, peserta menjadi ringan, nyaman dan merasa terangkat perasaannya disertai dengan hilangnya rasa duka mendalam yang dirasakannya. Kenapa bisa begitu ?

Hipnosis Adalah mitos bahwa hipnosis adalah sama dengan keadaan tidur. Justru hipnosis memperkuat konsentrasi. Dengan konsentrasi ini pula, hipnosis memindah konsentrasi otak dan aliran darah otak dari bagian otak yang disebut Gyrus Frontalis. Yakni tempat tersimpannya memori permanen dan ”otak berpikir” kita ke arah Gyrus Cinguli, Amydala dan Hippokampus. Ketiga bagian terakhir ini menyimpan memori jangka pendek, memori belajar dan memori sedang yang mengandung muatan-muatan emosi. Termasuk muatan emosi traumatik.

Dengan hipnosis, mampu diakses muatan-muatan emosi traumatik ini dengan baik. Kemudian dilakukan penarikan kembali ke alam sadar (supresi). Dengan demikian maka reaksi spontan dari emosi traumatik dan negatif dapat disadari sekaligus dihapus.

Untuk terapi hipnosis pascatrauma, seperti pascatrauma tsunami di Aceh, tokoh utama di bidang ini adalah Hebert Spiegel dan Daniel Spiegel, dokter dan psikiater dari Stanford University Amerika. Mereka menemukan teknik hipnosis yang sangat terkenal untuk GSPT dalam hipnoterapi. Yakni ”Teknik Layar”, pasien dalam keadaan terhipnosis memvisualisasikan kejadian traumatiknya di layar bayangan-nya. Seakan-akan pasien sedang melihat peristiwa traumatik yang dialami seseorang di televisi bayangannya dengan pemerannya adalah pasien itu sendiri.

Keadaan ini sebenarnya adalah salah satu teknik untuk memanggil kembali memori traumatik dari bagian otak amydala dan hippokampus. Dengan supresi ini maka proses abreaksi pada pasien akan terjadi. Bisakah proses ini dilakukan tanpa hipnosis?, jawabannya sulit sekali. Mengapa? Otak yang Ajaib Saat dalam alam kesadaran penuh dan dalam keadaan waspada penuh, sebenarnya otak yang aktif adalah ”Otak Berpikir” yang ada dilokasi terdepan, disebut Gyrus Frontalis. Dalam keadaan tidur dan hilang kewaspadaan, secara tidak sengaja mengistirahatkan ”otak berpikir” dan bagian otak yang aktif adalah otak tengah (mid-brain). Di mid-brain inilah terdapat struktur dan bangunan-bangunan otak, seperti amydala, hippokampus, thalamus dan bagian lainnya.

Pangkal syaraf-syaraf otak dan fungsi vegetatif manusia meliputi makan-minum dan seks ada di bagian thalamus ini. Dalam keadaan hipnosis, dengan sengaja mengistirahatkan ”otak berpikir” (Gyrus Frontalis) dan mengaktifkan ”otak tengah” sehingga mengaktifkan memori-memori sedang, dan pendek termasuk memori traumatik. Inilah yang disebut alam nir-sadar. Dalam keadaan sadar penuh, yang paling aktif ”otak berpikir”, dan proses jawaban atas rangsang dari luar ditanggapi oleh bagian otak ini. Pada saat yang sama, jika ada tanggapan dari bagian nir-sadar misal pada konflik emosional, maka ”otak berpikir” akan melakukan filter, menahan, menganalisa, mengasosiasikan dan menerjemahkannya dalam bentuk pikiran serta tindakan berdasar otak berpikir ini.

Beda dalam keadaan hipnosis, ”otak tengah” tidak mampu melakukan analisa dan filter atas suatu rangsang dari luar, misalnya perintah. Maka bila seseorang dalam keadaan hipnosis, ia tidak mampu melawan perintah juru hipnotisnya. Justru malah mengikuti perintah-perintah juru hipnotis yang kadang-kadang konyol. Jadi memang ”otak tengah” tidak mampu berpikir analitik atas rangsang.

Pada saat datangnya suatu kejadian hebat yang traumatis (bencana alam, perkosaan, korban kriminalitas, korban peperangan), pada saat itu pula data yang masuk melalui lima indera (penglihatan, penciuman, pengecapan, pendengaran dan sentuhan), terekam di ”otak tengah” (thalamus), disimpan secara tidak sadar oleh hippokampus sedangkan muatan emosi tersimpan di amydala. Sementara itu ”otak berpikir” berusaha menyeimbangkan muatan traumatik yang sangat hebat tersebut dan menetralisirnya dengan cara melakukan rasionalisasi dan denial (penolakan konflik nir sadar dan kecemasan dengan tidak mengakui faktor realita luar yang tidak bisa ditolerir). Misal: menyalahkan pimpinan, keadaan, diri sendiri, mencari-cari sebab-akibat, othak-athik, gathuk-mathuk, mencocokkan ramalan, mencari-cari penyebab sial, dll).

LAMA TERAPI
Jika keadaan GSPT ini berlangsung kronik dan menetap setelah lebih dari 3 bulan, sebenarnya menjadi sangat sulit untuk kembali seperti semula. Apalagi jika pasien memiliki kepribadian yang rapuh sebelum sakit dan dukungan sosial yang tidak mendukung pascatrauma.

Hipnosis memang menakjubkan kekuatan dan kegunaannya untuk gangguan ini, tetapi menginginkan hasil yang cepat justru akan mengakibatkan terapis dan pasien tergelincir pada keyakinan palsu serta kehilangan obyektifitas. Pengukuran atas penggunaan terapi ini tetap berpegang pada obyektifitas penilaian dari kriteria-kriteria yang ada. Secara garis besar dalam penyakit dan gangguan psikiatri, dikatakan sembuh total, apabila setelah terapi, bebas gejala selama 1.000 hari/3 tahun. (Dokter Arya Hasanuddin/PPDS Psikiatri, International Society of Hypnosis-35)

SIMPULAN
Dalam proses konseling, Hipnosis bisa dilakukan sebagai terapi individual dan kelompok. Dari pengalaman klinis, apabila induksi diberikan oleh orang yang berpengalaman, induksi untuk pengeluaran muatan memori traumatik yang tersimpan di otak didalam terapi kelompok bisa sangat effektif. Seperti yang sering terlihat dalam kelompok-kelompok doa dan majelis, para pesertanya menjadi menangis bersama-sama dan bahkan berteriak, saat pemimpin doa membacakan doa permohonan yang menyayat-nyayat hati.

Untuk terapi hipnosis pascatrauma, seperti pascatrauma tsunami di Aceh, tokoh utama di bidang ini adalah Hebert Spiegel dan Daniel Spiegel, dokter dan psikiater dari Stanford University Amerika. Mereka menemukan teknik hipnosis yang sangat terkenal untuk GSPT dalam hipnoterapi. Yakni ”Teknik Layar”, pasien dalam keadaan terhipnosis memvisualisasikan kejadian traumatiknya di layar bayangan-nya. Seakan-akan pasien sedang melihat peristiwa traumatik yang dialami seseorang di televisi bayangannya dengan pemerannya adalah pasien itu sendiri.

Namun perlu juga disadari, dengan terapi hipnosis memang menakjubkan kekuatan dan kegunaannya untuk gangguan ini, tetapi menginginkan hasil yang cepat justru akan mengakibatkan terapis dan pasien tergelincir pada keyakinan palsu serta kehilangan obyektifitas. Sehingga pengukuran atas penggunaan terapi ini tetap berpegang pada obyektifitas penilaian dari kriteria-kriteria yang ada. Secara garis besar dalam penyakit dan gangguan psikiatri, dikatakan sembuh total, apabila setelah terapi, bebas gejala selama 1.000 hari/3 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

  • Arya Hasanuddin/PPDS Psikiatri, International Society of Hypnosis-35
  • Indra Majid, PEMAHAMAN DASAR HYPNOSIS
  • Yan Nurindra, Teknik Hipnotis

*) Penulis adalah Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Hazairin Bengkulu
http://konselorindonesia.blogspot.com

Kategori:Konseling

SEFT sebagai Model Terapi

 

Spritual Emotional Freedom Technique (SEFT) adalah salah satu dari banyak metode yang berkembang untuk membantu klien untuk mengatasi masalah mereka. Teknik semacam ini memiliki keunikan dalam, dasar terminologi filosofis, serta tahapan diambil dalam aplikasi. Meskipun perbedaan tersebut, SEFT dikembangkan sesuai dengan sifat manusia. Hal ini dirancang untuk memenuhi sisi spiritual yang melekat pada setiap orang.

Pendahuluan
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari masalah yang selalu terjadi dalam berbagai aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Disisi lain, keinginan untuk bebas dari keterikatan masalah merupakan usaha berbagai pihak dan pengembangan metode maupun peningkatan pemikiran dan keyakinan. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi terbaik dan memberikan berbagai pilihan alternatif dalam hal mengatasi tekanan psikologis, sosiologis, maupun ekologis yang mengganggu kebahagiaan hidup manusia.

Kebahagiaan, ketentraman, dan kesehatan adalah tujuan yang ingin dicapai oleh aliran-aliran dalam bimbingan dan konseling, tidak ketinggalan aliran psikoterapi lainnya. Dari serangkaian aliran-aliran yang senada muncul metode orisinil dan praktis yang dapat dipergunakan membantu binimbing mengatasi masalah yang dialami, seperti halnya hipnosis, zen terapi dan meditasi (Mulyo, 1996). Di dalam prosesi bimbingan yang sedang berlangsung pembimbing membantu binimbing menentukan pilihan, menemukan solusi, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dapat merencanakan masa depan, dan menjadi manusia mandiri. Lebih jauh dalam proses bimbingan binimbing akan menambahkan nilai-nilai kehidupan yang berkualitas dalam dirinya sendiri, serta dapat membantu orang lain yang membutuhkan.

Lahirnya diversifikasi metode bantuan untuk menjadikan manusia unggul dan sehat, diakui memang memiliki keunikan satu dan lainnya. Tetapi dalam pengamatan yang seksama tampak adanya uniformitas pada bagian-bagian tertentu, misalnya gejala-gejala yang dialami klien setelah menerima layanan. Adapun beberapa hal membedakan diantaranya yaitu sebutan nama, nama pembimbing, pemberian kode, perlakuan, durasi, peran pembimbing maupun instruksi yang diberikan oleh seorang instruktur.

Perbedaan maupun kesamaan itu keduanya merupakan wawasan dan pengetahuan untuk mengentaskan binimbing dari kesulitan. Pada keduanya pula tidak perlu dipertentangkan, tetapi menjadi lebih baik jika diketemukan benang merahnya demi kesejahteraan hidup manusia.

Selintas Bimbingan Dan Konseling
Conny Semiawan (2005) menyampaikan bahwa apa yang dimaksud bimbingan dan konseling itu adalah suatu helping, profesion. Pengertian intinya adalah suatu yang bersifat menolong maupun membantu orang lain. Bantuan yang diberikan dapat dalam bentuk bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan yang dibentuk individual. Misalnya, layanan terapi masal dengan melibatkan banyak members untuk mencapai kebugaran, kesembuhan, dan kesehatan.Sedang yang bersifat individual, bantuak diberikan via face to face dalam suatu wawancara atau diskusi dalam layanan konseling (Munawir, 1989)

Konseling sebagai layanan bantuan kemanusiaan memiliki beberapa tokoh yang masing-masing memberikan kontribusi dalam landasan menurut pandangan setiap pencetus. Sigmund Freud tokoh konseling psikoanalisa mendefinisikan manusia dari aspek instinknya untuk memperoleh kepuasan yang disebut principle of pleasure. Artinya seseorang beraktivitas semata-mata demi mengejar keenakan bagi dirinya. Akibat dari dorongan seperti ini bimbingan yang mengalam gangguan psikologis dibantu memimpi. Sebagai aliran utama, selanjutnya memberikan inspirasi berikutnya.

Seperti konseling rational emotif, pencetusya Albert Ellis menggambarkan bahwa manusia itu dapat dipandang dari cara berpikir yang rasional maupun irrasional di dalam merespon suatu obyek di luar dirinya. Individu yang mengalami gangguan adalah yang memikirkan sesuatu hal yang keyakinannya tidak mantap dan menempatkan keyakinan itu pada sisi di luar kewajaran. Menurut Ellis terapi terhadap manusia berkeyakinan irrasional menjadi rasional. Tidak berbeda dengan terapi diagnetik yang memandang individu bermasalah itu dari pikiran kreatif yang beroperasi di bawah kesadaran akibat dari pangalaman traumatis yang dialami. L. Ron Hubb Ard juga menginformasikan bahwa kekuatan pikiran reaktif mampu untuk menggeser pikiran analitik. Perlakuan terhadap orang yang mengalami gangguan dilakukan dengan cara membawa klien ke alam masa lalu, mengingat peristiwa traumatis kemudian diganti dengan pengalaman menyenangkan di masa kini. Hal ini mirip dengan metode asosiasi bebas.

Konseling dalam praktiknya terdiri dari tiga bagian, yaitu
Pertama bagian awal yang berisi pembukaan, perkenalan, serta pertanyaan-pertanyaan ringan, sapaan yang bernuansa pendekatan antara pembimbing dan binimbing. Dalam fase awal ini pembimbing memperhatikan apa saja yang tampak dari perilaku klien, baik dalam bentuk bahasa maupun gerak pikir sebagai bahasa isyarat yang harus dipahami. Pembimbing juga melihat seperti apa keadaan kontak mata pada binimbing, seperti apa pula perasaannya, dan bagaimana ia berkata-kata. Semua ini dalam penjelasan Darsana (2005) disebut sebagai teknologi konseling.

Kedua, merupakan prosesi lanjutan, dalam tahap tengah pembingbing membantu binimbing untuk memahami masalahnya secara jelas juga memberikan pilihan sesuai dengan kemampuan klien mendorong untuk dapat membuat keputusan, mencari cara dalam pencarian masalahnya, dan memberikan semangat bahwa ia dapat berbuat baik bagi dirinya sendiri. Ada pula pendapat yang mengatakan pada tahap tengah inilah klien maupun orang dibantu sedapat mungkin segera menyadari perilaku apa saja yang telah diperbuat sehingga menimbulkan dampak bagi dirinya sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Dalam keadaan tidak dapat melakukan sesuatu hal, konselor dapat memberikan terapi maupun bantuan yang sejenis agar binimbing dapat mengenang kejadian-kejadian masa lalu. Kegiatan seperti ini sering pula disebut dengan eksplorasi diri.

Ketiga, adalah tahapan akhir yang menggambarkan keadaan diri binimbing, apakah terentaskan dari kesulitan yang dihadapi atau tidak. Praktisi maupun para pembimbing menyebut sebagai tahap evaluasi dari layanan yang diberikan. Penilaian dalam bimbingan dan konseling dilakukan secara komprehensif dan diarahkan kepada evalu asi dan proses hasil. Evaluasi dalam proses adalah memonitor jalannya selama proses bantuan berlangsung, adakah hambatannya, apakah binimbing dapat mengikuti proses, dan respon-respon apa saja yang yang tampak dalam proses. Evaluasi hasil adalah melihat hasil yang diperoleh binimbing, adakah dirinya merasakan perubahan setelah menerima terapi konseling. Hasil lainnya pada klien yaitu dapat membuat keputusan bagi dirinya sendiri maupun ia dapat membuat pilihan yang tepat. Di sisi lain terdapat pula hasil negatif yang muncul berupa kepasifan pada diri binimbing. Pada waktu bersamaan pembimbing juga mendapatkan hasil dari apa yang telah dikerjakan sebagai refleksi diri. Tidak hanya dalam kawasan bimbingan konseling, pada bantuan alternatif metode lainnya hasil akhir ini juga diungkap melalui pernyataan orang yang dibantu. Misalnya, “Saya merasa menjadi lebih baik”, “Rasa pusing yang saya alami sudah berkurang”, “Apa Anda sudah dapat menentukan pasangan hidup?”. Dengan melihat hasil akhir praktisi dalam layanan terapi maupun bimbingan juga akan menentukan apakah bantuan dilanjutkan dengan cara lainnya atau akan mengikutsertakan binimbing dalam kegiatan terapi berikutnya.

Hakikat Manusia Versi SEFT
Banyak praktisi dan peserta pelatihan mempertanyakan apakah spiritual emotional freedom technique (SEFT) itu dapat dipertimbangkan sebagai salah satu model terapi dalam konseling atau tidak. Jawaban polemik ini tentu saja tidak segera dapat disepakati, sebab memerlukan pengkajian secara seksama. Dalam forum pelatihan para pemula dikatakan bahwa metode SEFT adalah suatu jalan pintas yang dapat dengan mudah dilakukan oleh SEFT-ER pemula untuk membantu orang lain. Dikatakan pula bahwa hasil terapi ini akan sejajar dengan hasil konseling jika diterapkan dengan konsentrasi. Demikian pula terapi yang disajikan dalam workshop APECA (Assosiation Psycholigycal and Educational Conselor of Asia) di Universitas Satya Wacana Salatiga pada tahun 1992 telah menunjukkan penggunaan contoh terapi dari berbagi aliran untuk membantu klien. Salah satu penyaji makalah dalam kongres dan konvensi ABKIN ke-10 tahun 2005 juga menyampaikan terapi dianetik untuk kasus-kasus gejala gangguan psikologis yang serupa untuk membawa manusia ke alam Clear.

Dalam karangan penggagas SEFT memang tidak tampak bahasan khusus yang berkenaan dengan hakikat manusia. Tetapi bilamana dicermati dengan seksama terungkap bahwa manusia itu dipandang sebagai makhluk spiritual yang mempunyai pengalaman duniawi, dan bukan makhluk duniawi yang mempunyai pengalaman spiritual (Faiz, 2006). Manusia sebagai makhluk spiritual cenderung sebagai makhluk sang maha pencipta. Jika perumusan berorientasi terhadap Islam, maka kebenaran tentang hakikat manusia menurut SEFT tidak lain adalah kajian manusia menurut wahyu ilahi, sumber yang dimaksud adalah firman Allah di dalam salah ayat yang menyebutkan bahwa manusia itu mempunyai potensi jiwa mengenai kebaikan dan keburukan (At-Tiin: 5,Ibrahim: 94).

Potensi kebaikan adalah kemampuan untuk bertindak berpikir secara positif, demikian pula dalam merasakan sesuatu. Manusia bertindak positif baik bagi dirinya maupun kepada orang lain, dalam lingkungan dimana ia tinggal. Dalam dunia konseling individu seperti ini dikatakan sebagai orang yang memiliki hasrat menjadi berfungsi penuh dalam kehidupannya (Rosyidan, 2000). Artinya, ia selalu berada di era keselarasan dan keseimbangan. Menurut pandangan filosofi SEFT adalah seseorang yang memiliki sistem energi tubuh dalam posisi stabil.

Potensi lainnya adalah potensi keburukan, kerusakan atau pikiran maupun keyakinan negatif (Faiz, 2006) yang berada di alam bawah sadar. Gejala psikologis ini kerap kali munculnya berupa ungkapan… “Saya tidak bisa mencapai impian saya”, “Saya tidak bicara di depan publik dengan percaya diri”, “Saya menyerah, saya tidak mampu melakukannya”. Freud tokoh psikologi dalam juga memandang bahwa manusia sebagai makhluk yang mempunyai dorongan negatif yang cenderung pada perilaku merusak diri sendiri maupun orang lain.

Sebagai makhluk spiritual, dikatakan pula bahwa manusia itu bebas memilih kesejahteraan dan kesengsaraan bagi dirinya sendiri (Al-Ahzab: 72; Al-Imran: 2-3). C. Regers sebagai tokoh konseling Client Centered Therapy menyampaikan bahwa manusia mempunyai hak penuh atas pembuatan keputusan bagi dirinya sendiri. Kedua statemen ini selaras sehingga dapat memberikan gambaran seperti apa hakikat manusia itu sebenarnya.

Tujuan SEFT
Seperti tujuan yang ingin dicapai oleh model-model terapi lainnya, tujuan terapi SEFT adalah untuk membantu orang lain baik individual maupun kelompok dalam mengurangi penderitaan psikis maupun fisik. Acuan yang dapat digunakan untuk melihat tujuan tersebut ada pada moto yang berbunyi “LOGOS” (Loving Good, Blessing to the others, and Self Improvement).

Ada tiga hal yang dapat diungkapkan dari moto tersebut:
pertama, seorang harus mencintai Tuhan. Dengan cara ini seseorang akan mengarahkan aktivitasnya untuk hal-hal yang baik dan tidak berlawanan dengan norma-norma yang sudah ditentukan. Ia akan mengutamakan kebaikan dan meninggalkan keburukan.

Kedua, Blessing to the others, ungkapan ini ditujukan agar kita peduli pada orang lain, bila anda memiliki sisi keunggulan tularkan kepada orang lain. Sesungguhkan kelebihan itu semata-mata dari sang Maha Kuasa, maka wajiblah kita membagi berkah dengan sesama manusia.

Ketiga, Self Improvement, yang memiliki makna perbaiki diri sendiri mengingat adanya kelemahan dan kekurangan pada setiap pribadi. Sebab itu melalui refleksi seseorang akan mawas diri, bertindak hati-hati dan tidak ceroboh dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan seutuhnya SEFT tidak lain membawa manusia dalam kehidupan damai dan sejahtera.

Proses Yang Ditempuh
Dalam proses terapi yang berlangsung pembimbing yang biasa disebut SEFT-er memiliki peran sebagai instruktur, sedang sisi binimbing berperan sebagai orang yang mengikuti petunjuk yang diberikan. Proses perlakuan dibagi menjadi tiga tahapan seperti halnya dalam konseling, masing-masing sesi awal, tengah dan akhir.

Pada tahap awal, praktisi menyebut dengan sesi Set-Up. Dalam sisi ini instruktur memberikan atensi yaitu memperhatikan keadaan fisik, mimik dan keluhan yang dikeluhkan disertai dengan mengajukan beberapa pertanyaan ringan agar binimbing dapat menyampaikan keluhannya yang berhubungan dengan perasaan dan gangguan fisik yang dialami. Tahap awal ini memiliki kemiripan dengan sesi awal dalam konseling yang ditandai dengan adanya attending dan open question terhadap klien yang oleh Ivey (1988) disebut sebagai ketrampilan konseling. Bilamana dilakukan tanpa awalan berarti tidak ada pendekatan antara dua orang yaitu pembimbing dengan terbimbing. Selama proses terjadi diharapkan dapat dinetralisir gangguan psikis dalam bentuk pikiran maupun keyakinan negatif. Albert Ellis juga mengatakan bahwa pikiran atau believe irrasional itulah yang dinetralisir oleh konseling rational emotif. Ternyata sekarang dapat kita ketahui kemiripan antara model-model terapi, walaupun masih dijumpai pula sedikit perbedaan dalam beberapa hal. Pandangan Andy Mapiare (2000) menegaskan pendekatan multi bidang lebih efektif daripada pendekatan tunggal. Artinya jika mempunyai kemauan untuk membantu orang lain milikilah lebih dari satu metode saja.

Tahap kedua adalah proses tune-in pembimbing membawa kita memasuki alam masa lalu dengan mengingat-ingat segala peristiwa yang pernah terjadi yang menimbulkan gangguan. Seperti ini identik dengan salah satu prosedur dari terapi dianetik yang mengintruksikan pra Clear untuk menelusuri rangkaian kejadian masa lalu yang pernah dialami.

Demikian pula dengan terapi konseling psikoanalisis pada proses asosiasi bebas binimbing dibawah memasuki alam pikiran dan ingatan sebebas-bebasnya guna menenukan peristiwa yang mencekam para diri klien. Tahap ketiga, adalah proses Tapping, memasuki tahapan ini SEFT-er memberikan sentuhan pada bagian-bagian tubuh pada fokus titik-titik simpul saraf, untuk mengaktifer kembali saluran-saluran saraf yang terganggu. Dengan sentuhan maupun ketukan diharapkan sistem energi tubuh berfungsi normal sehingga tubuh bisa mencapai keseimbangan dan kesegaran. Alex Mackenzie (1992) juga mengutarakan bahwa pengaktifan tenaga misterius dalam tubuh untuk terapi telah dilakukan oleh beberapa aliran seperti Raja Kumala Toga, Subud, Bambu Kuning, dan Satria Nusantara . Dari hasil pengamatan terhadap treatment tersebut sebenarnya belum nampak jelas perbedaannya, tetapi yang dirasakan adalah kemiripan hasil terapi bagi orang-orang yang telah dibantu. Hasil yang serupa juga dapat diperoleh dari hipnosis, meditasi, zen, terapi maupun relaksasi. Oleh karena itu, melalui Tune-in dan metode yang lainnya diperoleh gejalagejala pada subyek yang muncul sebagai berikut.

Subyek yang baru pertama kali mengalami terapi wajahnya mengalami perubahan, kadang-kadang mengeluarkan air mata dan mengalami hal yang luar biasa. Terjadi perubahan pada sistem pembulu darah. Biasanya subyek merasa hangat, dapat bernapas lega, badan terasa agak ringan, terjadi pula penurunan emosi. Subyek dapat mengalami kegairahan motorik, dapat menggerak-gerakkan bagian yang lemah sampai gerakan yang optimal. Subyek dapat merespon lebih baik, memiliki motivasi dalam hidupnya. Subyek merasa mendapat kekuatan baru, mendapatkan kesegaran, dapat melakukan gerakan yang sebelumnya sulit dilakukan.

Kemungkinan masih ada lagi gejala psikis dan fisik yang lainnya masing-masing menurut pengalaman binimbing. Misalnya, dapat mengurangi kebiasaan buruk kemudian kembali pada gerak fisik yang wajar. Jadi apapun prosedur yang ditempuh semuanya bernilai positif dalam membantu orang lain.

Penutup
Upaya-upaya yang diciptakan oleh para penggagas dalam hal membantu orang lain adalah upaya untuk mengentaskan diri dari penderitaan. Meskipun sebutan, tahapan, dan perlakuan tampak berbeda, di sisi lain telah menunjukkan hasil yang positif dan bermanfaat bagi kesehatan manusia, di samping satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Secara garis besar dapat dimengerti bahwa terapi konseling memiliki tiga aspek pokok masing-masing yaitu tujuan, metode, dan pandangan tentang apakah manusia itu sebenarnya. Demikian pula kajian terhadap terapi SEFT telah menunjukkan adanya identitas yang mendekati teori-teori bimbingan konseling lainnya.

by. Bambang Hidup Mulyo

Kategori:Konseling